Beberapa Jenis Ogoh – ogoh yang Terkenal di Indonesia


Hai, Sobat Pio! Kalian tau ga sih apa itu ogoh-ogoh? Ogoh-ogoh merupakan patung yang terbuat dari bambu dan kertas yang berbentuk raksasa. Biasanya ogoh-ogoh diarak keliling desa pada saat menjelang perayaan Nyepi dan akhirnya dibakar. Untuk Perayaan Nyepi sendiri dirayakan sekitar bulan Maret tiap tahunnya. Ogoh-ogoh sendiri berasal dari kata ogah-ogah yang memiliki arti digoyang-goyangkan. Ogoh-ogoh ini hanya sebagai pelengkap upacara agama Hindu yakni pada upacara tawur agung kesanga (sehari sebelum perayaan Nyepi). Untuk jenis ogoh-ogoh sendiri dibedakan menjadi tiga, yaitu sebagai berikut.

1. Ogoh-ogoh Bhuta Kala

Ogoh-ogoh bhuta kala ini memiliki ciri ciri seperti ukuran tubuh besar dan tinggi, matanya besar mendelik (melotot), mukanya tampak garang, mulut dan hidungnya besar dengan gigi besar mengkilap dan taringnya runcing, perutnya buncit, kuku panjang dan runcing, dan memiliki rambut yang gimbal dan berantakan.

2. Ogoh-ogoh Ithiasa

Ogoh-ogoh jenis ini dibuat berdasarkan cerita pewayangan Mahabarata dan Ramayana. Dari cerita-cerita tersebut masyarakat mengekspresikan imajinasinya ke dalam bentuk ogoh-ogoh. Kisah yang sering diambil oleh masyarakat dalam mengekspresikan seninya adalah kisah penculikan Dewi Shinta oleh Raksasa Rahwana dalam kisah Ramayana. Ogoh-ogoh jenis ini sering dipajang di pinggir jalan setelah diarak – arak keliling desa dan dapat dijadikan sebagai ajang foto bagi wisatawan yang kebetulan lewat dan melihat ogoh-ogoh tersebut.

3. Ogoh-ogoh Kotemporer

Ogoh-ogoh jenis ini kisahnya diambil dalam kehidupan sehari-hari dan merupakan sering dijadikan tempat untuk mengkritik. Jadi ogoh-ogoh kotemporer imajinasinya berdasarkan permasalahan sosial yang sering terjadi dan sifatnya sebagai pembawa pesan kepada masyarakat. Umumnya ogoh-ogoh seperti ini memiliki gaya yang unik dari ogoh-ogoh jenis lainnya.

Selain wujud Raksasa, ogoh-ogoh sering pula digambarkan dalam wujud makhluk – makhluk yang hidup di Mayapada, Surga dan Neraka, seperti naga, gajah, Widyadari, bahkan dalam perkembangannya, ada yang dibuat menyerupai orang-orang terkenal, seperti para pemimpin dunia, artis atau tokoh agama bahkan penjahat. Selain itu, ogoh-ogoh juga ada yang menggambarkan sesuatu yang berbau politik atau SARA walaupun sebetulnya hal ini menyimpang dari prinsip dasar ogoh-ogoh. Contohnya ogoh-ogoh yang menggambarkan seorang teroris.

Banyak wisatawan yang antusias untuk sekedar melihat ataupun mengabadikan ogoh-ogoh yang mereka temui di jalanan sebelum ogoh-ogoh tersebut dibakar. Nah itu tadi merupakan definisi dan jenis dari ogoh-ogoh. Apakah Sobat Pio tertarik untuk melihatnya langsung? (RED_SYL)

Sumber : https://travel.tribunnews.com

Seni Patung Konstruksi


Hai, Sobat Pio! Tahukah kalian? Seni patung di Indonesia sudah berkembang pesat sejak lama di berbagai daerah. Patung merupakan benda tiga dimensi yang memiliki tinggi, panjang, dan lebar. Terdapat beragam jenis seni patung, salah satunya seni patung konstruksi. Seni patung konstruksi adalah seni membuat patung dengan cara menyusun bahan, baik dengan kerangka atau tanpa kerangka.

Seni patung konstruksi umumnya menggunakan teknik menyusun. Menyusun yaitu teknik membentuk dengan menggunakan bahan berupa aneka bahan alam, bahan buatan, bahan limbah, dan lainnya. Contohnya bahan yang berbentuk balok, lembaran, bahan jadi, bahan setengah jadi, serta potongan bahan limbah. Dari bahan-bahan tersebut, proses pembuatan dilakukan dengan menyusun atau mengkonstruksi dan memanipulasi bahan yang dipilih menjadi kreasi bentuk patung. Misalnya model publik figur, robot-robotan, kendaraan, abstrak, hewan, dan masih banyak lainnya. Patung konstruksi yang dibuat dari bagian-bagian bahan dapat digabungkan dengan cara dilem, dipaku, dilas, dan lain sebagainya sesuai jenis dan bahan yang digunakan.
Berikut contoh patung konstruksi bersejarah, di antaranya:

1. Monumen B.J. Habibie
Dibangun oleh Pemerintah Provinsi Gorontalo pada tahun 2018 untuk menghargai jasa-jasa Presiden Republik Indonesia ke-3, Bacharuddin Jusuf Habibie. Monumen ini menjadi bentuk apresiasi tertinggi masyarakat Gorontalo di bidang Kedirgantaraan kepada salah satu putra terbaik bangsa yang berasal dari Gorontalo.

2. Patung Garuda Wisnu Kencana
Patung ini berdiri menjulang di dalam kompleks Taman Budaya Garuda Wisnu Kencana dan merupakan karya pematung terkenal Bali, I Nyoman Nuarta. Monumen ini dikembangkan sebagai taman budaya dan menjadi ikon bagi pariwisata Bali dan Indonesia. Patung tersebut berwujud Dewa Wisnu yang dalam agama Hindu adalah Dewa Pemelihara (Sthiti), mengendarai burung Garuda. Tokoh Garuda dapat dilihat di kisah Garuda & Kerajaannya yang berkisah mengenai rasa bakti dan pengorbanan burung Garuda untuk menyelamatkan ibunya dari perbudakan yang akhirnya dilindungi oleh Dewa Wisnu.

3. Patung Liberty
Suatu patung berukuran raksasa yang terletak di Pulau Liberty, di muara Sungai Hudson di New York Harbor, Amerika Serikat. Patung ini dihadiahkan Perancis untuk Amerika Serikat pada akhir abad ke-19 dan merupakan suatu simbol selamat datang untuk pengunjung, imigran, dan orang Amerika yang kembali.

Nah Sobat Pio, itu tadi sedikit penjelasan tentang Seni Patung Konstruksi. Sekian artikel hari ini semoga bermanfaat, sampai jumpa di edisi selanjutnya. (RED_IRA)

Sumber : https://www.kompas.com

Beberapa Mitos di Malam Satu Suro


 

Hai, Sobat Pio! Tahukah kalian, bagi kebanyakan masyarakat Jawa, bulan suro masih dianggap keramat (suci) atau sakral. Malam satu suro memiliki makna tersendiri bagi masyarakat Jawa. Setiap tahun, masyarakat Jawa menggelar kirab malam satu suro untuk merayakan pergantian tahun dalam kalender Jawa. Merujuk pada kalender Jawa, malam satu suro 2022 jatuh pada 29 Juli 2022 dimulai sejak sesudah waktu maghrib. Penanggalan malam satu suro sama dengan kalender Islam tahun baru Islam 1 Muharram. Bulan Suro atau disebut juga Sasi Sura ini adalah bulan pertama dalam kalender Jawa. Kalender Jawa sendiri adalah sistem penanggalan yang digunakan Kesultanan Mataram pada masa kepimpinan Sultan Agung Hanyakrakusuma tahun 1613-1645.

Ada banyak mitos yang beredar terkait dengan malam satu suro. Orang-orang meyakini akan muncul musibah tepat di malam Satu Suro sehingga ada banyak larangan yang diterapkan saat memasuki malam Satu Suro. Berikut ini beberapa mitos dimalam Satu Suro dilansir dari berbagai sumber.

1. Dilarang Pergi Ke Luar Rumah

Salah satu pantangan di malam Satu Suro adalah tidak boleh bepergian ke luar rumah. Jika tetap nekat pergi ke luar, ada mitos yang mengatakan kesialan dan juga keburukan akan datang menimpa orang tersebut.

2. Dilarang Pindah Rumah

Mitos lainnya yaitu orang jawa tidak boleh pindah rumah pada saat malam Satu Suro. Karena hal itu, terdapat penanggalan dalam kalender jawa jika akan pindah rumah.

3. Tidak Mengadakan Pesta

Menurut masyarakat Jawa yang percaya dengan penanggalan jawa, mereka tidak boleh mengadakan pesta di bulan Suro. Termasuk menikahkan anaknya di bulan Suro.

4. Menjaga Lisan

Bulan Suro dianggap sebagai bulan sial, namun doa-doa yang dipanjatkan akan mudah terkabul. Sama halnya ketika mengeluarkan perkataan yang buruk, maka masyarakat dianjurkan untuk menjaga lisannya.

5. Makhluk Halus Bergentayangan

Di malam Satu Suro akan diselimuti misteri menyeramkan seputar makhluk halus. Konon, pada malam tersebut, makhluk gaib dengan berbagai jenis akan bergentayangan karena malam itu merupakan pestanya makhluk gaib. Pada malam Satu Suro biasanya ada sejumlah tradisi yang berkembang di lingkungan masyarakat. Malam Satu Suro sendiri ini sangat kental dengan budaya Jawa. Umumnya di Yogyakarta terdapat tradisi kirab atau iring-iringan rombongan masyarakat sembari membawa keris. Selain itu, para pelayan keraton juga membawa hasil kekayaan alam yang membentuk gunungan tumpeng dan benda pusaka sebagai sajian khas iring-iringan kirab Malam satu Suro. Sementara itu di Solo, perayaan malam Satu Suro akan ada tradisi kebo (kerbau) bule. Kebo bule ini menjadi daya tarik warga yang menonton perayaan malam satu Suro. Konon katanya, tradisi kebo bule ini dianggap keramat oleh warga setempat. Pasalnya, Kebo Bule Kyai Slamet ini bukan kerbau sembarangan, sebab hewan ini salah satu pusaka penting keraton.

Nah, Sobat Pio! Itu tadi sedikit penjelasan mengenai malam Satu Suro, kalender Jawa, dan beberapa mitos di malam Satu Suro. Sekian artikel kali ini, semoga bermanfaat dan sampai bertemu di edisi selanjutnya. (RED_SNH)

Sumber : https://www.suara.com

Fakta dan Misteri Pertunjukan Leak yang ada di Pulau Bali


Hai, Sobat Pio! Seperti yang kalian sudah tahu, bahwa Pulau Bali yang selalu menjadi tujuan pariwisata masyarakat Indonesia bahkan sampai orang asing. Karena memiliki pesona keindahan alam yang sangat mengagumkan serta adat istiadat warga setempat yang masih sangat kental. Tidak hanya itu, tetapi terdapat ciri khas tersendiri yang terletak pada pertunjukan kesenian daerah yang sering ditampilkan. Seperti yang akan kita bahas pada artikel kali ini, yaitu pertunjukan Tari Leak. Pertunjukan Tari Leak merupakan salah satu kesenian di Pulau Bali yang menjadi daya tarik para wisatawan. Namun di sisi lain, pertunjukan Leak Bali tersebut menyimpan cerita mistis yang menarik untuk diketahui. Sebagian orang mungkin tidak asing lagi dengan sosok Leak.
Leak merupakan salah satu kisah mitologi legendaris Indonesia yang berasal dari Pulau Bali. Dalam mitologi Bali, Leak adalah sebuah ilmu yang bernama Aji Pengeleakan. Sosoknya digambarkan sebagai makhluk raksasa yang memiliki mata besar, bergigi tajam dengan perawakan tinggi besar, serta berbulu dengan lidah yang menjulur panjang. Selain itu, konon seseorang yang menguasai ilmu Leak dapat menjelma menjadi bola api atau binatang seperti babi, harimau, kera, dan hewan lainnya.
Leak di Bali kerap diidentikkan dengan perilaku jahat para penganut ajaran kiri atau pengiwa yaitu berupa kepala manusia dengan organ-organ yang masih menggantung di kepala tersebut. Leak dikatakan dapat terbang untuk mencari wanita hamil, yang kemudian menghisap darah bayi yang masih di kandungan.
Menurut kepercayaan orang Bali, Leak merupakan manusia biasa yang mempraktikkan sihir jahat dan membutuhkan darah embrio agar dapat hidup. Dikatakan juga bahwa Leak dapat mengubah diri menjadi babi atau bola api, sedangkan bentuk Leak yang sesungguhnya memiliki lidah yang panjang dan gigi yang tajam. Beberapa orang mengatakan bahwa sihir Leak hanya berfungsi di Pulau Bali, sehingga Leak hanya ditemukan di Bali.
Leak dan ilmu pengeleakan hingga saat ini masih dipercaya dan ditakuti oleh sebagian besar masyarakat Bali. Praktik Leak sebagai ilmu sekaligus hantu, konon hingga kini masih dijumpai di berbagai tempat di Pulau Bali tersebut.
Nah, Sobat Pio itu tadi sedikit penjelasan tentang pertunjukan Tari Leak dan bagaimana cerita sosok Leak itu. Sekian artikel kali ini, sampai jumpa diedisi selanjutnya. (RED_NAA)
Sumber : https://www.goodnewsfromindonesia.id

Sejarah Angklung, Jenis, dan Cara Bermain


Hai, Sobat Pio! Apakah kalian sudah tahu jika alat musik ini sudah ada di beberapa negara? Sobat Pio pastinya bangga dong dengan alat musik tradisional yang sudah mendunia ini. Nah, kali ini kita bahas sedikit tentang Angklung. Angklung merupakan salah satu alat musik tradisional Indonesia, tepatnya berasal dari Jawa Barat. Angklung merupakan alat musik tradisional yang terbuat dari bambu-bambu, Dimana cara memainkannya dengan cara digoyangkan sehingga menghasilkan bunyi nada.
Angklung memiliki sejarah yang panjang dan sudah ada sejak dulu hingga berkembang sampai sekarang. Sejarah angklung awalnya merupakan salah satu alat bunyi-bunyian yang digunakan untuk upacara-upacara yang berhubungan dengan padi. Angklung tidak digunakan sebagai kesenian murni, melainkan sebagai kesenian yang berfungsi dalam kegiatan kepercayaan. Angklung hadir sejak zaman hindu, angklung pernah dipakai pada upacara ritual keagamaan (persembahyangan) sebagai pengganti bel yang digunakan oleh seorang pendeta hindu dalam upacara keagamaan.
Pada masa Kerajaan Pajajaran (Hindu), angklung pernah dijadikan sebagai alat musik korp tentara kerajaan dan pada saat terjadinya perang Bubat. Angklung dibunyikan oleh tentara kerajaan sebagai pembangkit semangat juang atau tempur. Tidak diketahui kapan angklung mulai dibuat. Alat musik ini berkaitan erat dengan bambu, dimana sejak dahulu bambu memang akrab dengan kehidupan masyarakat Indonesia. Bambu sering digunakan untuk membuat rumah, perabot rumah tangga, dan kerajinan. Bahkan bambu juga sering digunakan sebagai bahan makanan. Begitu juga dengan alat musik di Indonesia, banyak sekali alat musik yang menggunakan bambu, misalnya seruling, kolintang, calung, dan sebagainya.
Angklung pentatonis atau angklung tradisional dibagi menjadi beberapa jenis, yakni: Angklung Kanekes, Angklung Dogdog Lojor, Angklung Gubrag, Angklung Badeng, dan Angklung Buncis. Angklung Modern atau Diatonis (Angklung Daeng) besar kecilnya angklung yang digunakan biasanya disesuaikan dengan usia pemain yang akan memainkan lagu dalam penampilan angklung.
Hal dasar yang harus dipahami agar bisa memainkan angklung dengan baik dan benar sehingga menghasilkan suara yang enak. Cara memegang angklung adalah hal pertama yang harus diperhatikan oleh pemain angklung. Ketepatan cara memegang angklung ini penting untuk kenyamanan dan bertujuan untuk menghasilkan bunyi yang benar. dalam bermain angklung ada 3 dasar, ketiganya akan menghasilkan jenis suara yang berbeda, yaitu: 1. Kurulung yaitu teknik dasar memainkan angklung dengan cara menggentarkan tabung suara, 2. Centok (staccato) yaitu teknik dasar memainkan angklung dengan cara memukul tabung angklung horisontal pada bagian dasar angklung oleh telapak tangan, 3. Tangkep yaitu teknik dasar memainkan angklung dengan cara menggetarkan tabung besar saja.
Nah, Jadi itu tadi sedikit penjelasan tentang sejarah angklung, jenis angklung, cara bermain angklung. Mungkin Sobat Pio bisa menjadi penerus alat musik tradisional ini, sekian artikel hari ini sampai bertemu di edisi selanjutya. (RED_AFH)

Sumber: https://www.kompas.com

Kebo-keboan Banyuwangi


Hai, Sobat Pio! Sejak dahulu di Desa Alasmalang, Kecamatan Singojuruh, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur ada sebuah upacara tradisi khusus untuk menghalau wabah penyakit. Tradisi itu sudah berlangsung sejak lama dan masih terus diselenggarakan sampai saat ini. Nama tradisi ini adalah Kebo-keboan atau dalam bahasa Indonesia berarti “kerbau jadi-jadian”. Kebo-keboan merupakan salah satu upacara adat Banyuwangi, Jawa Timur. Upacara Kebo-keboan merupakan wujud rasa syukur masyarakat suku Osing terhadap hasil panen yang mereka terima. Selain itu, ritual ini juga berfungsi sebagai upacara bersih desa agar masyarakat terhindar dari bahaya.

Sesuai dengan namanya, kebo-keboan dilakukan dengan mengarak kerbau. Namun, kerbau yang digunakan bukan kerbau sungguhan, melainkan manusia yang berdandan seperti kerbau dengan dilumuri cat berwarna hitam pekat beserta aksesoris tanduk di kepala dan jadilah kerbau yang siap diarak. Dalam ritual adat tersebut, warga yang berdandan kebo-keboan (kerbau) nantinya akan mengelilingi penonton, kemudian satu persatu menceburkan penonton ke dalam kubangan. Penonton tersebut akan ditarik lalu dicampakkan ke kubangan dengan sangat kuat, hingga orang itu melayang akrobatik lantas mendarat di kubangan dengan sangat keras.
Mengenai hal ini, ada cerita tutur sejak masa leluhur yang tetap dipegang teguh oleh generasi masa kini di Desa Alasmalang. Di Banyuwangi sendiri ada dua upacara tradisi sejenis. Selain di Desa Alasmalang, ada juga tradisi Keboan di Desa Aliyan, Kecamatan Rogojampi, Banyuwangi, Jawa Timur. Meskipun mirip, upacara tradisi di kedua desa ini memiliki sejumlah perbedaan. Begitu seterusnya ritual ini dilakukan, sampai semua orang yang ada di tempat itu berlumuran lumpur seperti main kebo-keboan. Diiringi musik khas Banyuwangi, hal ini dilakukan untuk meminta berkah keselamatan dan wujud bersih desa.
Upacara Kebo-keboan dilaksanakan satu tahun sekali, Tepatnya di hari Minggu antara tanggal 1 sampai 10 bulan Sura. Hari Minggu dipilih karena pada hari ini seluruh masyarakat tidak sedang bekerja. Sementara pemilihan bulan Sura dikarenakan masyarakat Jawa percaya bulan ini merupakan bulan yang keramat. Upacara tradisi ini dimulai pada pukul 08.00 WIB. Upacara dimulai dengan doa dan makan tumpeng bersama. Jumlah tumpeng yang disediakan dalam acara makan bersama ada 12 buah. Jumlah itu melambangkan perputaran kehidupan manusia, 12 jam sehari dan 12 jam semalam.
Ritual ini diakhiri dengan prosesi membajak sawah dan menabur benih padi oleh kebo-keboan di petak sawah yang telah disediakan. Dalam prosesnya, benih padi yang nantinya ditabur oleh Dewi Sri ini akan banyak diperebutkan warga, karena diyakini bibitnya akan menghasilkan hasil panen yang lebih berlimpah.

Banyak sekali budaya yang ada di Indonesia ini ya, Sobat Pio. Sebagai generasi penerus yang baik, sebaiknya kita harus tetap melestarikan budaya-budaya ini. Itu tadi sedikit penjelasan tentang kebo-keboan yang berada di Banyuwangi, semoga bermanfaat dan sampai bertemu di edisi selanjutnya. (RED_INZ)

Sumber : http://m.merdeka.com

Keris Nogososro


Hai, Sobat Pio! Apakah kalian sudah tahu tentang Keris Nogososro? Kalau belum tahu, simak kisah Keris nogososro berikut ini. Keris nogososro merupakan pusaka legendaris di Jawa yang kerap digunakan oleh pemimpin-pemimpin di masa lampau. Keris ini diketahui memiliki kesaktian yang akan diwariskan kepada pemiliknya. Konon, keris nogososro merupakan keris paling di dataran Jawa. Keris nogososro hanya bisa dimiliki oleh penguasa sejati. Penguasa sejati dimasa lampau diwajibkan untuk memiliki pegangan benda pusaka di sampingnya.

Pembuatan keris nogososro diawali dengan Raja Brawijaya memerintahkan Empu Supo Anom untuk membuat sebuah benda pusaka, dengan tujuan meredam bencana dan pemberontakan di kerajaan tersebut. Pada saat Ki Supo anom dibantu oleh teman-temannya yang terdiri dari roh halus dan jin. Pada saat empu-empu yang lain membakar keris dengan api, tetapi Ki Supo Anom justru mengeluarkan tenaga dari tangannya sendiri. Dengan bantuan makhluk halus tersebut tangannya mengeluarkan panas luar biasa dan pahanya menjadi bagian tempat tempaan tersebut.
Akibatnya air laut itu mendidih bagaikan Wedang atau air panas. Oleh sebab itu, keris tersebut diberi nama Kiai Segoro Wedang. Tapi kemudian dikenal sebagai Nogososro. Maka sejak Raden Fatah berkuasa, keris ini menjadi andalan utama pemerintahan islam jawa yang pertama yang berpusat di Demak Bintoro atau Glagah Wangi, pesisir utara Jawa Tengah. Satu contoh sederhana, keris nogososro dan sabuk inten. Orang jawa percaya keris nogososro memiliki 13 lekukan, benar-benar keris yang sangat indah. Keris nogososro memiliki 1000 sisik, sebagai simbolisme untuk menolak 1000 bencana di Kerajaan Majapahit. Motif naga dan batu nisan sebagai simbol kesaktian.
Hanya orang predikat “pemimpin sejati” yang bisa memegang sebagai orang tersebut, dirinya akan dianugerahi dengan kelanggengan dalam berkuasa. Hingga kini, tidak ada yang tahu pasti keberadaan Keris Nogososro asli. Namun, tiruannya banyak beredar di kalangan masyarakat, dan kerap diperjualbelikan dengan harga mahal.
Nah, Sobat Pio jadi itu tadi sedikit kisah dari Keris Nogososro. Sekian untuk artikel hari ini semoga bermanfaat dan sampai jumpa di edisi selanjutnya. (RED_AFH)

Sumber: https://www.okezone.com

Hilangkan Rasa Gengsi Agar Budaya Bangsa Tetap Abadi


Hai, Sobat Pio! Indonesia telah dikenal sebagai negara yang kaya akan budaya daerah atau lokalnya. Dengan banyaknya warisan budaya daerah yang dimiliki bangsa Indonesia, masyarakat wajib untuk melestarikan budaya daerah yang ada di sekitarnya. Masyarakat Indonesia harus mampu menjaga kelestarian budaya bangsa dari beragam banyaknya budaya asing yang masuk. Melihat kenyataan bahwa masyarakat Indonesia saat ini lebih memilih kebudayaan asing yang mereka anggap lebih menarik dan modern. Hal ini bukan berarti kita menutup rapat untuk tidak menerima budaya asing, namun haruslah lebih selektif lagi karena banyak budaya asing yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa.

Budaya lokal juga sebenarnya dapat disesuaikan dengan perkembangan zaman, selagi tidak meninggalkan ciri khas dari budaya aslinya. Hanya saja bagaimana cara kita dapat mengadaptasikan budaya lokal di tengah perkembangan zaman yaitu era globalisasi, sehingga budaya nusantara tidak musnah dan tetap bertahan.

Praktik sederhana dalam kehidupan sehari-hari dapat dilakukan dengan menghilangkan perasaan gengsi atau malu terhadap kebudayaan yang kita miliki, mencintai budaya sendiri tanpa merendahkan atau melecehkan budaya orang lain, menggunakan bahasa daerah dilingkungan keluarga, mempelajari kesenian, mengenal makanan tradisional, mengedepankan solidaritas, dan toleransi yang tinggi.

Bahkan memajukan kebudayaan terdapat dalam Undang-undang Dasar 1945 pasal 32 ayat 1, yang menyebutkan negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budaya.

Nah Sobat Pio, kita sebagai generasi penerus sudah seharusnya ikut serta dalam melestarikan kebudayaan lokal. Banggalah dengan kebudayaan nusantara yang kita miliki dengan menghilangkan rasa gengsi agar budaya bangsa abadi. Terlebih di zaman yang serba canggih ini, sudah saatnya generasi milenial bangkit untuk sebar dan viralkan keunikan ini pada dunia luar. (RED_IRA)

Sumber : https://retizen.republika.co.id

Madihin Kesenian Khas Kalimantan Selatan


Hai, Sobat Pio! Apakah kalian tahu tentang madihin? Seni madihin merupakan salah satu bentuk sastra tradisi (sastra lisan) oleh masyarakat Kalimantan Selatan dijadikan kesenian khas daerah yang berisi syair dan pantun yang dinyanyikan. Kata madihin berasal dari kata madah yang artinya adalah pujian. Syaratnya yaitu nasehat yang bermanfaat dan diselingi dengan humor yang segar. Serta dapat mengikuti perkembangan zaman dan kondisi pada saat ditampilkan, termasuk selera penontonnya.

Syair Madihin adalah jenis puisi lama dalam sastra Indonesia karena menyajikan syair–syair yang berasal dari kalimat akhir yang bunyinya bersamaan. Madah juga diartikan sebagai kata–kata pujian, karena syair dan bait madihin berupa pujian. Madihin menurut arti lain dalam bahasa Banjar adalah papadahan atau mamadahi. Dalam bahasa Indonesia artinya memberi nasihat, oleh karena itu isi syair dan pantun berupa nasehat.

Lahirnya madihin banyak dipengaruhi oleh kesenian Islam, yaitu kasidah dan syair yang bercerita dengan dibacakan oleh masyarakat Banjar. Fungsi madihin dalam acara perkawinan yaitu sebagai hiburan, namun di dalamnya juga berfungsi sebagai nasihat, media informasi, pengarahan agama, dan media hiburan untuk mengumpulkan masyarakat. Alat musik yang digunakan untuk mengiringi seni berpantun Banjar adalah Terbang Madihin, yaitu alat musik semacam rebana atau gendang.

Biasanya, kesenian madihin dipertontonkan pada malam hari, namun di masa sekarang juga bisa dilakukan di siang hari sesuai permintaan. Madihin biasanya dipertontonkan selama 1 hingga 2 jam. Jika dulu madihin biasa diterapkan di tempat terbuka, seperti halaman atau lapangan yang lapangan yang luas, dengan panggung ukuran 4×3 meter, sekarang madihin sering dipertunjukkan di dalam gedung pertunjukan.

Menurut Syukrani (1994:9) struktur baku permainan madihin adalah sebagai berikut:

1. Pembukaan.

Pembukaan yaitu melantunkan sebuah sampiran pantun yang disebut membawakan Hadiyan yang diawali terlebih dahulu dengan pukulan terbang pembukaan.

2. Memasang tabu

Memasang tabu yaitu membawakan pantun yang berisi penghormatan terhadap penonton, ucapan terima kasih, minta maaf jika ada kesalahan atau kekeliruan ketika membawakan pertunjukan.

3. Menyampaikan isi

Bagian ini disebut juga dengan manguran, yaitu menyampaikan pantun yang isinya selaras dengan tema pergelaran madihin. Sampiran pantun di dalam pembukaan harus selaras dengan isi yang akan disampaikan oleh pamadihinan.

4. Penutup

Penutup yaitu menyampaikan kesimpulan dari keseluruhan isi yang sudah disampaikan. Pada bagian penutup ini juga membawakan kata penghormatan kepada penonton, serta mohon pamit dan di tutup dengan membawakan sebuah pantun penutup.

Nah, itu tadi penjelasan mengenai Madihin yang merupakan kesenian khas Kalimantan Selatan berisi syair dan pantun yang dinyanyikan. Sekarang kalian menjadi tau apa itu Madihin. Semoga bermanfaat ya Sobat Pio, sampai jumpa di edisi selanjutnya.(RED_ANS)

 

Sumber : https://m.rri.co.id

 

Kalian Percaya Weton Jawa?


Hai, Sobat Pio! Bagaimana kabar kalian? Semoga tetap sehat selalu ya! Kali ini kita akan membahas mengenai tradisi weton Jawa. Tradisi weton merupakan tradisi yang berasal dari suku Jawa yang sangat mudah dijumpai di Jawa Barat dan Jawa Timur. Istilah weton berarti penanggalan atau perhitungan dari hari lahir seseorang yang biasanya digunakan untuk menentukan ramalan tertentu. Tradisi weton Jawa terdiri dari dino atau hari, serta pasaran atau kepercayaan terhadap hari. Pada penanggalan Jawa, 7 hari ditambah dengan pasaran Jawa seperti legi, pahing, pon, wage, dan kliwon.

Bagi masyarakat Jawa, weton dapat digunakan untuk memperingati berbagai macam kegiatan, seperti yang banyak dikenal masyarakat yaitu menentukan jodoh seseorang. Menurut kepercayaan zaman dahulu, weton dapat digunakan untuk menentukan kecocokan dan keserasian antar pasangan yang akan menikah berdasarkan tanggal lahir keduanya. Menurut kepercayaan orang zaman dahulu, menentukan tanggal pernikahan tidak hanya langsung pilih saja loh Sobat Pio, melainkan harus dihitung terlebih dahulu untuk mendapatkan hari baik pernikahan. Sampai sekarang kepercayaan ini juga masih banyak dijumpai di beberapa tempat.

Selain itu, tradisi weton juga banyak digunakan masyarakat Jawa untuk menentukan hari puasa weton. Masyarakat Jawa percaya bahwa pada saat wetonnya diulang, maka sebaiknya melakukan puasa weton. Puasa weton biasanya dilakukan setiap hari kelahiran tiba. Untuk melakukan puasa weton, masyarakat Jawa melakukan puasa seperti puasa Islam pada umumnya, namun hanya dilakukan jika bertepatan dengan weton kelahirannya saja. Tidak hanya itu, tradisi weton juga dipercaya masyarakat Jawa untuk menentukan hari-hari penting, seperti hari pindahan rumah, pembangunan rumah, dan lain sebagainya. Weton jenis ini digunakan untuk memperingati hari-hari penting seseorang.

Nah Sobat Pio, itu tadi merupakan sedikit informasi mengenai tradisi weton dari Jawa yang masih banyak kita temui sampai sekarang. Tradisi weton merupakan kepercayaan masyarakat kuno yang bisa diturunkan kepada generasi mendatang. Semua tergatung kepada diri sendiri, apakah ingin mempercayai atau tidak mengenai tradisi weton Jawa ini. Semoga bermanfaat ya Sobat Pio! Sampai jumpa di edisi selanjutnya.  (RED_FRN)

 

Sumber : https://borobudur.news.com