Eksistensi Geguritan di Era Digital

WhatsApp Image 2025 09 10 at 19 01 11 653629ba

Hai, Sobat Pio! Geguritan adalah bentuk puisi tradisional Jawa yang mengekspresikan perasaan, pikiran, dan gagasan penyair dengan bahasa yang padat, indah, dan imajinatif. Sejak dahulu, geguritan tidak hanya berfungsi sebagai hiburan, melainkan juga sebagai sarana pendidikan, penyampaian nasihat, dan refleksi kehidupan masyarakat. Bahasa yang dipakai dalam geguritan mengandung keindahan sekaligus filosofi yang menggambarkan pola pikir orang Jawa. Akan tetapi, memasuki era digital yang penuh dengan kemajuan teknologi, keberadaan geguritan sering kali dipandang sebelah mata. Generasi muda lebih banyak disibukkan dengan media sosial, game daring, dan konten cepat saji, sehingga perhatian terhadap sastra tradisional ini berangsur menurun. Meski demikian, geguritan tetap relevan karena nilai-nilai yang dikandungnya bersifat universal, seperti pesan moral, penghormatan kepada orang tua, cinta tanah air, serta ajakan menjaga alam. Nilai tersebut tidak tertelan oleh waktu dan selalu dapat dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari-hari.
Era digital sebenarnya bukan hanya menjadi tantangan, tetapi juga peluang besar untuk memperkuat eksistensi geguritan. Teknologi dapat dimanfaatkan sebagai sarana kreatif untuk mengenalkan karya sastra ini kepada generasi sekarang. Media sosial seperti YouTube, TikTok, maupun Instagram dapat dijadikan ruang baru untuk menyajikan geguritan dengan cara yang lebih menarik dan mudah diterima. Pembacaan geguritan bisa dipadukan dengan musik modern, animasi, atau visual yang menarik, sehingga mampu mengundang perhatian masyarakat luas. Dengan demikian, geguritan tidak lagi dipandang sebagai karya kuno yang tertutup, melainkan karya yang adaptif serta terbuka terhadap perkembangan zaman. Bahkan melalui platform digital, geguritan dapat menjangkau audiens yang lebih luas, tidak terbatas pada masyarakat Jawa saja, melainkan juga generasi muda dari berbagai daerah di Indonesia bahkan dunia.
Selain peran teknologi, dukungan dari dunia pendidikan dan komunitas budaya sangat diperlukan untuk menjaga keberlanjutan geguritan. Guru dapat mendorong siswa menulis atau membaca geguritan dalam kegiatan pembelajaran, sementara komunitas seni dapat mengadakan lomba, festival, atau workshop yang memanfaatkan media digital. Upaya ini akan menumbuhkan rasa bangga sekaligus memperkuat identitas budaya di tengah derasnya arus globalisasi. Pada akhirnya, eksistensi geguritan di era digital sangat bergantung pada kesadaran bersama untuk memadukan tradisi dengan inovasi. Jika masyarakat mampu menghargai warisan budaya sembari memanfaatkannya secara kreatif melalui teknologi, maka geguritan tidak hanya bertahan, tetapi juga berkembang dan semakin dikenal. Warisan ini tidak boleh berhenti sebagai catatan sejarah, melainkan harus terus hidup agar generasi mendatang dapat merasakan keindahan serta kearifan yang terkandung di dalamnya. (RED_ZHR)
Sumber : https://fib.uns.ac.id