Hai, Sobat Pio! pernahkah mendengar thrift shop? Kata “thrift” sendiri secara harafiah dalam terjemahan kamus bahasa inggris mengandung arti hemat (kata sifat), berhemat (kata kerja), penggunaan uang secara hati-hati, khususnya menghindari pemborosan dan bertujuan menabung di masa depan. Dari definisi thrift inilah kemudian meluas digunakan untuk istilah barang bekas atau second yang masih pantas pakai dan harganya lebih miring dari harga barunya. Jadi maksudnya konsumen bisa lebih berhemat dengan membeli barang bekas (thrifting) di toko thrift shop. Barang yang dijual di thrift shop sebenarnya tidak hanya baju, ada juga yang berupa tas, asesoris, topi, sepatu, barang elektronik, alat musik, peralatan rumah tangga, pernak-pernik hobi koleksi atau benda-benda unik dan jadul lainnya. Perkembangan lainnya dari thrift shop ada yang mewujudkannya dalam bentuk toko sedekah barang bekas. Konsepnya biasanya pemilik akan jemput bal bagi yang ingin mensedekahkan barang-barang bekasnya, kemudian pemilik toko akan mensortir lagi yang benar-benar masih pantas pakai dan dijual di tokonya dengan sangat miring agar yang membutuhkan bisa membelinya. Berbelanja di thrift shop dapat menjadi sebuah pilihan bagi konsumen yang ingin berhemat dengan mencari barang pantas pakai, berkualitas, bermerk, dan lain daripada yang lainnya dengan harga yang ramah di kantong. Mereka ini biasanya memiliki budget pas-pasan. Bagaimana tidak, misalnya dengan harga 100rb saja bisa mendapatkan 2 baju bahkan lebih. Selain itu ada juga yang meyakini belanja di thrift shop justru membantu mengurangi penumpukan sampah barang bekas dengan menggunakannya kembali. Sebaliknya, membeli barang di thrift shop dihindari oleh sebagian konsumen lainnya dengan berbagai pertimbangan. Diantaranya konsumen yang gengsi membeli barang bekas, memiliki budget lebih untuk membeli barang baru, alasan kesehatan dari penggunaan barang bekas orang lain, serta berkeyakinan adanya thrift shop justru dapat menambah sampah dari impor barang bekas yang notabene sebenarnya dilarang secara hukum, terutama baju bekas. Setiap kita sebagai konsumen berhak menentukan pilihannya, kembali ke prinsip dan pertimbangan masing-masing, yang penting tidak sekedar mengikuti trend. (RED_KNF)
sumber : https://www.kompasiana.com