Hai, Sobat Pio! Tahukah kalian tentang berita yang sekarang ini sedang hangat di media sosial, yaitu penolakan daH protes pada pemblokiran sejumlah situs dan aplikasi Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) ramai dibicarakan.
Sejak 30 Juli 2022, Kemkominfo memblokir delapan situs dan aplikasi dengan traffic tinggi, yakni PayPal, Yahoo, Epic Games, Steam, Dota, Counter Strike, Xandr.com, dan Origin dengan alasan situs dan aplikasi tersebut tidak terdaftar resmi PSE berdasarkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5 Tahun 2020 tentang PSE Lingkup Privat. Hal tersebut berdampak bagi banyaknya masyarakat yang belum siap dengan pemblokiran terhadap beberapa situs tersebut, karena banyak juga masyarakat yang bergantung pada situs-situs tersebut untuk bekerja.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menilai, bahwa pembatasan atau pemblokiran situs internet dan aplikasi telah melahirkan apa yang disebut sebagai otoritarianisme yang memanfaatkan kuasa digital dalam rangka mengendalikan teknologi sebagai alat melindungi kepentingan (digital authoritarianisme).
Pengaruh hak berkomunikasi dan memperoleh informasiminfo, Johnny G. Plate (kominfo.g
LBH Jakarta menilai pemblokiran situs dan aplikasi tersebut berdampak serius terhadap HAM, yakni hak untuk berkomunikasi serta memperoleh informasi, hak atas kebebasan berekspresi dan hak atas privasi.
LBH Jakarta juga mengatakan, hal ini dapat melanggar hak-hak lainnya seperti mata pencaharian atau dampak ekonomi dalam kaitan hak atas penghidupan yang layak atau hak atas pekerjaan, hak untuk bahagia, hak mengembangkan diri, dan hak lainnya.
Perlu dibuktikan pembatasan tersebut diperlukan secara proporsional
LBH Jakarta menilai, pembatasan sistem internet dan aplikasi harus memenuhi syarat, setidaknya berdasarkan ditetapkan oleh undang-undang, dilakukan dalam masyarakat yang demokratis, ketertiban umum, kesehatan masyarakat, moral publik, keamanan nasional, keselamatan publik, hak dan kebebasan orang lain, atau hak dan reputasi orang lain, dan ada tujuan yang sah.
Aturan yang dibuat dinilai tak miliki legitimas
Oleh karena itu Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat disebut oleh LBH Jakarta tidak memiliki legitimasi yang sesuai dengan Standar dan mekanisme pembatasan HAM untuk melakukan pemblokiran situs internet dan aplikasi.
Nah, itu tadi sedikit pembahasan tentang topik pemblokiran beberapa situs yang ada di Indonesia. Jadi bagaimana, apakah kebijakan ini berdampak baik atau berdampak buruk bagi Indonesia?. Sekian artikel kali ini, Semoga bermanfaat dan sampai jumpa di edisi selanjutnya. (RED_AAN)
Sumber : https://www.idntimes.com