Sang Legenda Puisi


Hai Sobat Pio! Bagaimana nih kabarnya? Semoga selalu baik-baik saja ya! Di tengah pandemi ini, jangan lupa untuk tetap mematuhi protokol kesehatan dan menjaga pola makan. Di artikel kali ini, kita akan membahas tentang Sang Legenda Puisi. Siapa yang tak mengenal Sapardi Djoko Damono? Beliau seorang pujangga terkemuka yang lahir di Surakarta pada 20 Maret 1940, dan merupakan anak pertama dari pasangan Sadyoko dan Sapariah. Beliau menikah dengan Wardiningsih dan dikaruniai dua orang anak bernama Rasti Sunyandani dan Rizki Henriko.

Sosok sastrawan yang kerap disapa dengan SDD ini, dikenal melalui berbagai puisinya yang berisikan hal-hal sederhana namun sarat akan makna. Beberapa puisinya sangat populer baik di kalangan sastrawan maupun khalayak umum, dari yang muda hingga yang tua. Beliau aktif menulis sejumlah karya yang dikirimkan ke majalah-majalah sejak SMP, sekitar tahun 1955. Kesukaannya ini berkembang saat ia menempuh kuliah di jurusan Bahasa Inggris di UGM, Yogyakarta. Jurusan Humanities di University of Hawaii, Amerika Serikat menjadi tujuan selanjutnya. Setelah kembali ke Indonesia, beliau mengajar di Fakultas Sastra yang sekarang menjadi Fakultas Ilmu Budaya(FIB) di UI pada 1974. Pada tahun 1995 SSD dikukuhkan menjadi Guru Besar di FIB UI, dan menjabat sebagai Dekan di falkutas tersebut pada periode 1995-1999. Kemampuan menonjolnya adalah menulis puisi, namun beliau juga pernah menyutradarai dan bermain pentas drama, serta melukis.

Berkat puisi-puisinya, beliau juga mendapat berbagai penghargaan. Diantaranya, Penghargaan Anugerah Buku ASEAN (ASEAN Book Award) untuk bukunya yang berjudul “Hujan Bulan Juni” dan “Yang Fana Adalah Waktu”. Penghargaan itu diberikan kepada Sapardi pada April 2018 di Kuala Lumpur, Malaysia dalam acara Kuala Lumpur International Book Fair yang diselenggarakan oleh Putra World Trade Center. Serta Anugerah Puisi Putra dari Malaysia atas bukunya yang berjudul “Sihir Hujan dari Malaysia” pada 1983. Beliau juga merupakan Pakar Bidang Sastra yang memulai karya awalnya berjudul “Duka-Mu Abadi” ini juga pernah mendapat Anugerah Budaya (Cultural Award) dari Australia pada 1978.

Beliau tutup usia pada 19 Juli 2020 di Rumah Sakit Eka BSD, Tangerang Selatan. Setelah sempat dirawat karena penurunan fungsi organ tubuh dan beliau meninggal pada pukul 09.17. Itu tadi, profil singkat mengenai perjalanan hidup Alm. Eyang Sapardi. Semoga bermanfaat dan sampai jumpa lagi. (RED_LFH&AP)

 

Sumber:

https://id.m.wikipedia.org

https://www.idntimes.com

https://www.kompas.com

Lentera Bangsa


Ketika rasa dingin itu mendera

Dalam gelap yang sepi

Hembusan angin menghampiri

Secercah cahaya menyilaukan netra

 

Kini kau hadir

Disetiap goresan aksara

Tutur kata penuh makna

Membekas dalam jiwa

 

Kau memberi banyak warna

Beribu ilmu tiada jeda

Membawa kami pada harapan

Dalam meraih cita-cita

 

Tiada kata lelah yang terucap

Meski kami membuatmu letih

Memancingmu dengan segala emosi

Namun senyummu enggan memudar

 

Kau memberi kehangatan

Mendekap dalam jutaan wawasan

Uluran tangan tak lelah kau berikan

Meski sering kami abaikan

 

Guru

Begitu besar jasamu

Menggiring kami ke cemerlangnya masa

Mendidik para penerus bangsa

 

Ucapan terimakasih tak sebanding

Dengan pengorbanan yang kau lakukan

Ukiran prestasi kami persembahkan

Untukmu guru kami tersayang

 

Makna puisi :

Puisi diatas memiliki makna tentang perjuangan para guru yang tak pernah lelah mendidik para penerus bangsa. Mereka (guru) yang datang sebagai pembawa cahaya, menuntut para penerus bangsa melalui ajaran pendidikan tanpa lelah bahkan ucapan terimakasih tak sebanding dengan perjuangan mereka. (RED_AP&LH)

 

Karya : Aprilia Patmasari & Lutfi Hamidah

Tanpa Gentar


Keringatmu mengucur bagai lautan

Darahmu menggenang di medan perang

Rasa sakit bahkan tak lagi kau hiraukan

Semua kau lakukan, atas nama perjuangan

Langkahmu yang tak pernah gentar

Tekatmu yang selalu terpancar

Bahkan moncong-moncong senapan

Tak membuat semangatmu memudar

Duhai pahlawan…

Semua ini demi kemerdekaan

Yang telah lama didambakan

Mengharapkan sebuah perubahan

Demi kesejahteraan generasi mendatang

Tanpa mengharapkan sebuah balasan

Makna Puisi :

Puisi diatas memiliki makna tentang perjuangan pahlawan di medan perang yang tanpa rasa ragu dan takut untuk membela NKRI. Begitu banyak jasa pahlawan dalam berbagai bentuk pengorbanan, seperti darah yang bercucuran, bertaruh nyawa, keringat serta rasa sakit yang tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata. Maka dari itu, kita sebagai generasi penerus bangsa harus bersemangat untuk Indonesia Maju baik dengan prestasi, pendidikan, dan lainnya. Jangan pernah menyia-nyiakan Indonesia yang sudah merdeka dari jerih payah  perjuangan para pahlawan kita.(RED_LH&AP)

Karya: Lutfi Hamidah & Aprilia Patmasari

Pesona Novel


Hai Sobat Pio! Bagaimana nih kabarnya? Semoga selalu baik-baik aja ya. Oh ya, ada nggak diantara Sobat Pio yang suka baca cerita fiksi atau sejenisnya? Kalau ada pasti sudah gak asing lagi dong dengan cerita yang panjang dan banyak konfliknya? Iya, pada artikel kali ini kita akan membahas tentang Novel. Yuk, simak penjelasannya!

Novel adalah karangan prosa panjang yang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang atau si tokoh utama dengan orang yang berada di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku dalam kisah yang diceritakan. Novel sendiri terdiri atas bab dan sub-bab tertentu sesuai dengan kisah ceritanya. Dan Novelis adalah sebutan untuk seorang penulis novel.

Perjalanan sejarah genre novel itu sendiri berkelanjutan dan komprehensif selama sekitar dua ribu tahun. Pandangan ini muncul karena berawal dari Yunani dan Romawi Klasik, abad pertengahan, awal roman modern, dan tradisi novella. Lalu, apa itu novella? Novella adalah suatu istilah dalam bahasa Italia untuk menggambarkan cerita singkat, yang dijadikan istilah dalam bahasa Inggris saat ini sejak abad ke-18. Ian Watt, sejarawan sastra Inggris, menuliskan dalam bukunya The Rise of The Novel (1957) bahwa novel pertama muncul pada awal abad ke-18.

Novel merupakan salah satu karya sastra yang populer di dunia. Sebuah cerita dengan berbagai konflik kehidupan yang menjadi inti permasalahan yang kompleks. Novel sendiri dapat menggambarkan realitas sosial, politik, dan kepribadian dari suatu tempat dan periode waktu dengan kejelasan dan detail yang tidak ditemukan dalam tulisan-tulisan sejarah. Hal ini menjadi pembeda dengan historiografi.

Seperti kebanyakan sebuah cerita, novel juga memiliki unsur intrinsik dan ekstrinsik.  Saat ini, novel berada di peringkat pertama dalam jumlah kata lalu diikuti novella, cerpen, serta fiksi kilat. Dan dalam kriteria sistem penilaian, panjang sebuah novel menjadi hal penting untuk diperhatikan. Selain dalam bentuk buku, kita juga bisa menikmati novel dalam bentuk elektronik atau e-book. Banyak aplikasi bermunculan yang berisi novel belum selesai atau masih on going. Itu tadi,  penjelasan singkat tentang novel semoga bermanfaat and see you. (RED_AP&LFH)

Sumber :

https://id.m.wikipedia.org

https://pusatbahasaalazhar.wordpress.com

Setapak Arah


(Karya : Lutfi Hamidah dan Aprilia Patmasari)

Sang surya masih tampak malu-malu di ufuk timur, embun pagi masih mendominasi. Udara dingin kala menembus pori-pori. Rasanya ini waktu yang tepat untuk bergelung dalam selimut dan melanjutkan mimpi.

Tapi nyatanya berbeda dengan SMP Tunas Bangsa yang tampak sibuk, lapangan sekolah yang seharusnya sepi mengingat hari ini adalah hari sabtu. Justru di penuhi oleh siswa siswi yang menenteng barang bawaannya.

“Anak-anak untuk mempersingkat waktu, kalian bisa memasuki bus sesuai kelas masing-masing!” ucap seorang guru menggunakan pengeras suara.

“SEMUA HARAP TERTIB!” guru tersebut kembali berucap dengan nada lebih tegas seperti mengetahui tabiat murid-muridnya.

************

Di dalam bus yang dihuni siswa-siswi kelas delapan B semuanya nampak tenang, mungkin karena mereka masih mengantuk. Satu-satunya sumber keributan berasal dari empat gadis yang sibuk menggerutu.

“Ih, pasti nanti disana banyak nyamuk,” ucap Nora, salah satu dari empat gadis itu.

“Iya, pasti banyak serangga juga,” sahut Lala, teman satu gengnya.

“Dasar orang kota,” celetuk salah satu siswa laki-laki yang sedari tadi muak dengan tingkah mereka.

Ya. Nora, Lala, Jesica dan Aurel adalah murid pindahan dari kota, mereka adalah saudara sepupu. Mereka pindah ke Bandung karena orang tuanya harus mengurus proyek keluarga.

Perjalanan yang memakan waktu sekitar satu setengah jam itu akhirnya usai. Seluruh siswa keluar dari bus dan berkumpul di tanah lapang yang akan digunakan untuk mendirikan tenda. Mereka akan melakukan kemah sebagai agenda kegiatan pramuka.

“Nora karena kamu dan teman-temanmu keras kepala untuk satu kelompok, maka kamu bapak pasangkan dengan Arini, Sekar dan Mawar!” keputusan seorang guru karena sudah lelah berdebat dengan Nora.

“Terserah bapak deh, yang penting mereka gak dengkur, apalagi ngiler,” ujar Nora yang nampak tak peduli.

“Huuuuuuu,” sorak seluruh teman sekelas Nora

“Sudah-sudah sekarang kalian bisa mulai mendirikan tenda!” lerai sang guru.

Airin, Sekar dan Mawar sibuk mendirikan tenda. Menanam pasak dan menali simpul agar tenda mereka kokoh. Mereka nampak lihai dan cekatan. Berbeda dengan Nora and kawannya yang sibuk berteduh dan mengipasi wajah mereka yang kepanasan.

“Woi nenek lampir!” teriak Sekar pada Nora dan kawannya.

“Apasih lo!” sahut Nora seraya mendelik pada Sekar.

“Bantuin kek. Gak lihat apa yang lainnya pada sibuk,” hardik Mawar yang sedari tadi geram melihat tingkah Nora.

“Idih ogah. Panas! Lo aja,” ucap Aurel seraya menyeka keringatnya.

“Yaudah kalau gak mau, gak usah tidur disini nanti malam,” kembali Sekar yang membalas ucapan Aurel dengan ancaman untuk Nora dan kawannya.

“Iissh” Nora dan kawan-kawannya akhirnya berjalan menghampiri mereka dengan tidak rela, Airin yang melihat teman-temannya hanya tersenyum sambil geleng-geleng kepala.

“Kita ngapain?” Ketus Jesica

“Elu ya-”

“Kalian bisa tolong ambilkan tikar dan peralatan untuk jelajah nanti?” Ucap Airin lembut memotong ucapan Mawar

“Dimana?” Tanya Lala

“Di tenda induk lah, gitu aja gak tau,” sarkas Sekar

“Yaudah kita ambil dulu,” sinis Nora pada Sekar.

*************

Waktu menunjukkan pukul satu siang. Setelah melaksanakan sholat dan makan siang, mereka bersiap untuk melaksanakan jelajah.

“Semuanya berbaris satu banjar sesuai regu masing-masing!” teriak seorang guru yang merupakan pembina pramuka.

Seluruh siswa telah berbaris dengan rapi, mengenakan kaos olahraga lengkap dengan topi dan keperluan untuk jelajah .

“Hari ini kita akan melaksanakan jelajah, kalian akan masuk kedalam hutan yang ada di belakang kalian. Ingat meski hutan ini aman dan biasa di gunakan jelajah tapi kalian harus tetap berhati hati!” jelas sang guru pembina.

“Di tangan kalian sudah ada peta perjalanan, terdapat tiga pos yang harus kalian lewati. Setiap perjalanan menuju pos kalian harus menemukan sebuah bendera agar bisa melewati pos selanjutnya,” ujarnya lagi.

“Jadi saat sampai finish kalian membawa tiga buah bendera, PAHAM?”

“SIAP PAHAM” jawab serempak seluruh peserta.

Silih berganti tiap regu mulai berangkat dari pos pemberangkatan, regu Nora mendapat giliran terakhir. mereka berangkat kala matahari sudah agak rendah mengingat begitu banyaknya regu.

“Ish, banyak nyamuuukk,” keluh Nora dengan nada merengek.

“Dih, makanya mandi,” sahut Mawar, yang hanya mendapat delikan dari Nora, dia terlalu lelah untuk berdebat, dia tidak terbiasa dengan aktivitas seperti ini.

“Kamu memangnya tidak pernah ikut kegiatan Pramuka? Atau kegiatan semacam ini?” tanya Arini dengan ramah, tidak seperti temannya yang lain dia memang tipe orang bersahabat.

Nora menggeleng “Enggak, gak penting juga,” sahutnya yang membuat Sekar dan Mawar geram.

Arini tersenyum “Ya memang pendapat orang berbeda tapi ini juga di butuhkan suatu saat. Pas kamu tersesat misalnya, ”

“Iya, kamu tersesat dan gak tau apa-apa terus ketemu macan diamakan deh. Hidup kita jadi tanang,” gurau Mawar seraya tersenyum mengejek.

“Ih, apaan sih,”

“Sudah-sudah mending sekarang kita cari benderanya biar bisa cepat selesai,” lerai Arini.

“Eh, itu benderanya!” jerit jesica yang begitu girang, sedari tadi dia memang menelisik sekitar dan mencari keberadaan tiket menuju istirahat itu.

“Yah tapi kita gak sampek,” ujar Lala sembari mencoba meraih bendera itu.

“Kan bisa pake tongkat,” seloroh Sekar sambil meraih bendera yang di tempel di pohon itu.

“Yaudah ayok kita lanjut!” timpal Lala yang tampak semangat.

Tak lama setelah itu mereka berhasil melewati pos pertama, dan sekarang mereka diarahkan di tengah kebun teh yang amat luas.

“Menurut peta kita setelah ini harus ke arah barat,” ujar Arini setelah melihat peta yang ada di tangannya.

“Ah, aku bawa kompas!” seru Nora bangga.

“Dasar anak kota,” sindir Mawar

“Apaan sih, kan enak kita jadi gak pusing. Menurut kompas ini kita harus ke arah kiri,” ucap Nora sambil fokus mengoperasikan kompasnya.

“Tapi menurut layang-layang matahari kita ke arah kanan,” ucap Airin sedikit heran, pasalnya hari mulai sore dan matahari berada di sebelah kanan mereka.

“Tapi aku pakai kompas, yang sudah pasti benar,” kekeh Nora.

“Matahari gak mungkin salah, lo kira matahari terbit dari barat tenggelam ke arah timur?” sarkas Sekar.

“Ih, kiamat dong,” celetuk Aurel dengan nada ngeri.

“Yaudah yang mau ke kanan ya ke kanan aja. Gue ke kiri, makan tuh matahari biar kalian tersesat,” ujar Nora berapi api.

“Yaudah lo aja sono!”

“Eh, Nora kamu yakin?” Tanya Arini lagi, pasalnya Nora pasti tidak hafal dengan daerah sini.

“Iya, kompas ku ini mahal jadi pasti benar,” katanya membanggakan kompas yang dibawanya.

Akhirnya mereka berpencar, Arini sedikit khawatir bagaimana kalau mereka berempat tersesat. Untung mereka punya dua peta.

“Udahlah biarin aja Rin, nanti kalau sudah sampai pos dua dan kita belum bertemu, kita susul saja mereka. Aku hafal, kebun ini milik kakekku,” Mawar mencoba menenangkan Arini yang sedari tadi nampak gelisah.

“Itung-itung biar mereka mandiri, dan biar sadar kalau kita saling membutuhkan,” imbuh Sekar, Arini hanya mengangguk dan melanjutkan langkahnya.

*************

Disisi lain Nora, Lala, Jesica dan Aurel sedang kebingungan, pasalnya petunjuk yang ada di peta tidak mereka temui sama sekali sedangkan hari mulai sore.

“Ra, gimana? Aku gak mau kita tidur disini,” ucap Aurel ketakutan yang diangguki semuanya.

“Ish, kalian diem dulu dong aku juga bingung ini,” sahut Naura tak kalah ketakutan.

“Andai tadi kita gak berpencar” Ujar Lala mulai sesenggukan.

“Udah dong kalian jangan nangis lagi, apa-apaan sih. Mendingan kita cari jalan keluarnya aja siapa tau ketemu orang,” ucap Nora berusaha menenangkan sepupunya.

Mereka mulai melangkah kembali ke jalan yang tadi mereka lewati di pimpin oleh Nora, namun naas belum lama mereka melangkah kaki Nora tersandung batu dan berdarah.

“Awww,”

“Ra, kamu kenapa?” teriak mereka panik

“Yaampun ada darah,”

“Hiks… Maafin aku,” Nora menangis menyadari kebodohannya, andai dia tidak egois dan percaya pada kompas itu pasti tidak akan seperti ini.

“Udah Ra, gak papa,” ujar sepupunya iba melihat kondisi Nora.

“Yaudah kita duduk aja, ini luka kamu gimana ya?” ucap Jesica.

“Kalian kenapa?” intrupsi suara dari belakang mereka.

“Arini, Sekar, Mawar!” beo mereka berempat.

“Astaga! Nora kaki kamu kenapa?” ucap mereka bertiga panik.

“Kena-hiks batuuuuu,” tangis Nora makin menjadi, dia bersyukur mereka mau kembali dan masih peduli.

“Yaudah sini aku obatin,” ucap Sekar, dia tidak tega harus memusuhi Nora dalam keadaan seperti ini.

“Tapi kita gak punya obat,”

“Itu di tas yang dibawa Aurel ada kotak P3K,” Ujar Mawar.

Mereka mengobati kaki Nora dengan telaten, mereka sudah terlatih menangani masalah seperti. Pasalnya hal-hal seperti ini pasti terjadi ketika kegiatan dia alam.

“Selesai. Kamu bisa jalan?” Nora mengangguk ragu.

“Kita pelan pelan aja, kita tinggal menuju ke pos 2, kami tadi sudah dapat benderanya,” terang Arini.

“Makasiiii,” mereka berhambur saling memeluk, mereka pikir mereka akan mati disini.

“Udah heh, susah nih napasnya,” ketus Sekar

“Ih, galak.”

Hari semakin sore, jingga di angkasa semakin merata. Menandakan sang surya ingin segera pulang dan beristirahat, mereka sampai di pos tiga. Disini mereka masih menjalankan hukuman karena terlambat dan sempat tersesat.

Saat ini mereka sedang berhadapan dengan kakak tingkat yang sedang memasang wajah garangnya.

“Kalian sudah paham hukuman kalian?” tanya salah satu dari mereka dengan nada tegas.

“SIAP PAHAM,” jawab mereka serempak sembari mengambil posisi siap.

“Ada yang ingin di tanyakan?”

“Siap, kak izin bertanya?” ucap Arini.

“Ya silahkan”

“Teman kami ada yang cidera, bagaimana mengenai hukumannya?” jelas Airin, kakak tingkat itu pun menelisik kaki Nora.

“Kalian punya solidaritas? Tidak ada yang ingin menggantikan? Atau membaginya?”

“Siap kak, kami membaginya”

“Bagus laksanakan!”

“SIAP LAKSANAKAN.”

Hukuman mereka adalah melakukan push up 15 kali, mereka mengambil posisi dan melaksanakan hukuman mereka sekaligus hukuman Nora, Nora sebenarnya tak enak hati tapi kakinya saja tidak bisa berjalan dengan baik.

Setelah selesai melaksanakan hukuman mereka di persilahkan untuk melanjutkan perjalanan menuju titik awal lagi. Kali ini perjalanan terasa cepat karena mereka lebih bersemangat. Pengen cepet istirahat.

Sampai di pos awal mereka harus membuat laporan dan menyerahkan tiga bendera, nampak para kakak tingkat yang menjaga pos sudah nampak lelah.

“Benderanya di buka!” titah salah satu kakak tingkat itu. Laporan kali ini di buat dengan tenang sekaligus istirahat.

“Hah? Di buka gimana kak?” tanya Jesica bingung, pasalnya dia memegang satu bendera di tangannya.

“Hufftt….. Sini kakak saja yang buka,” mereka menyerahkan tiga bendera itu dengan bingung.

Ternyata pada gagang bendera yang terbuat dari pipa kecil itu terdapat gulungan kertas, gulungan itu pun di buka dan mereka terbelalak.

“Kalian tau hari ini hari apa?” tanya salah satu kakak tingkat  kepada mereka setelah berhasil mengembalikan ekspresi terkejutnya.

“Emm… Sabtu?” Jawab Lala polos.

“Coba baca ini, bersamaaan!” Titahnya lagi seraya memberikan gulungan kertas tadi pada merek.

Mereka menerimanya dan menyusun gulungan yang berisi tulisan itu.

“SELAMAT .  HARI .  PRAMUKA”

Ucap mereka serempak, mereka masih bingung mencerna kata kata itu.

“Wah, jadi hari ini hari pramuka ya?” ucap Sekar girang, yang mendapat dengusan dari kakak-kakak yang ada di sana.

“Okey, karena kalian yang mendapat rangkaian tulisan spesial ini. Kalian saat acara api unggun nanti harus menampilkan pensi yang keren,” jelas salah satu kakak tingkat dengan wajah teduhnya.

“Terdapat lima regu yang mendapat ini, jadi kalian harus bangga. Dan satu lagi, kalian harus tampil secara maksimal. Tidak.ada.alasan!” terangnya lagi dengan penekanan di akhir kalimat.

“Sudah sekarang kalian bisa istirahat” imbuhnya lagi seraya meninggalkan regu Nora diikuti yang lainnya.

“Yah… Kita nampilin apa dong?” tanya Lala pada yang lainnya.

“Udah nanti aja mending kita bersihkan diri dulu lalu sholat! Sudah sore,” putus Nora yang di setujui semuanya.

*********

Malam yang indah dengan cahaya bintang dan api unggun, juga sorai-sorai  siswa-siswi membuat malam yang sunyi menjadi lebih hangat dan menyenangkan.

Pada akhirnya Nora dan Aurel bernyanyi diiringi dengan Mawar yang bermain gitar akuistik, tak disangka gadis gadis cempreng nan manja itu memiliki suara yang bagus, semuanya ikut bernyanyi.

TAMAT

Sejarah Perjalanan Sastra di Indonesia


Hai Sobat Pio, dari judul diatas pasti kalian sudah tahukan kali ini kita akan membahas tentang apa? Yups, kali ini kita akan membahas sejarah sastra di Indonesia. Sobat Pio tahu nggak apa itu sastra? Sastra adalah sebuah kata pinjaman yang berasal dari buku Sanskerta, yaitu which berarti “teks yang mengandung intruksi” atau “pedoman”, dari kata sas- “intruksi” dasar atau “mengajar”. Dalam penjabarannya, istilah sastra sangat banyak yaitu berdasarkan opini dari para ahli. Salah satunya, menurut Sumarno, sastra merupakan pengalaman ekspresi pribadi manusia berupa, pikiran, perasaan, ide, semangat, iman, dalam bentuk gambar yang membangkitkan tarik beton sengan alat bahasa. Nah, seperti itu Sobat Pio pengertian dari sastra.

Di Indonesia sastra muncul sebagai sebuah bahasa melayu dimana bahasa Indonesia adalah salah satu turunannya. Dalam sejarah sastra di Indonesia, sastra dikelompokan berdasarkan tahun dimana sastra itu dihasilkan atau dikenal dengan istilah angkatan. Angkatan sastra pertama kali di Indonesia adalah Angkatan Pujangga Lama. Pujangga Lama merupakan bentuk pengelompokan karya sastra di Indonesia yang dihasilkan sebelum abad ke-20. Pada masa ini karya sastra didominasi oleh syair, pantun, gurindam, dan hikayat. Selang beberapa tahun, yakni 1920-an muncul angkatan yang dinamai Angkatan Balai Pustaka. Disebut angkatan balai pustaka karena pada saat itu banyak karya sastra yang diterbitkan melalui Balai Pustaka. Pada saat itu sastra didominasi oleh bentuk prosa (romansa, novel, cerpen, drama serta puisi). Tak hanya berhenti sampai disini saja, angkatan-angkatan baru terus bermunculan dan karya sastra semakin berkembang. Hingga sampai saat ini angkatan yang masih berlangsung adalah angkatan 2000-an.

Walaupun sastra itu awalnya berasal dari Yunani, negara kita tidak mau kalah sehingga berusaha terus dalam mengembangkannya sampai saat ini. Nah, Sobat Pio kita sebagai generasi muda harus saling mengingatkan dan melestarikan serta menjaga apa yang telah dititipkan. Sampai disini dulu ya sobat pembahasan kita mengenai sejarah sastra di Indonesia, semoga artikel ini bermanfaat.(RED_CND)

Sumber: http://www.lingkarsuaranews.com

Puisi Pandemi Saat Ini


Hai Sobat Pio, nggak terasa udah 1 bulan lebih kita menjalankan social distancing. Kalian udah pada ngapain aja nih? Pasti kalian bosen dan bingung mau ngapain lagi karena udah berulangkali melakukan hal yang sama. Nah, kali ini kita mau berbagi sedikit mengenai puisi yang lagi viral karena isi dari puisi tersebut menggambarkan situasi saat ini loh Sobat. Penasaran? Yuk simak puisi berikut.

 

 

Dan orang-orang tinggal di rumah
Dan baca buku
Dan dengarkan
Dan mereka beristirahat
Dan berolahraga
Dan membuat karya seni dan dimainkan
Dan belajar cara-cara baru
Dan berhenti dan dengarkan
Lebih dalam
Seseorang yang dimediasi, seseorang berdoa
Seseorang bertemu bayangan mereka
Dan orang-orang mulai berpikir berbeda-beda
Dan orang-orang sembuh
Dan dengan tidak adanya orang
Hidup dengan tidak adanya orang
Hidup dengan cara yang bodoh
Berbahaya, tidak berarti dan tidak berperasaan,
Bumi juga mulai sembuh
Dan ketika bahaya berakhir dan
Orang-orang menemukan diri mereka sendiri
Mereka berduka atas kematian
Dan membuat pilihan baru
Dan memimpikan visi baru
Dan menciptakan cara hidup baru
Dan sepenuhnya menyembuhkan bumi
Sama seperti mereka disembuhkan

 

Puisi ini merupakan puisi modern yang ditulis oleh Catherine M. O’Meara selama pandemi Covid-19, kemudian dipublikasikan di blognya(The Daily Round) pada tanggal 16 Maret 2020 sehingga menjadi viral dan beredar di media sosial saat ini.

Nah, sampai disini dulu ya Sobat pembahasan kita mengenai puisi yang saat ini sedang viral. Semoga artikel ini bermanfaat dan bisa mengisi waktu luang kalian saat dirumah aja.(RED_RSP)

Sumber : https://www.merdeka.com

Yuk Belajar Puisi


    Hai Sobat Pio gimana nih social distancing kalian? Apa saja yang kalian lakukan selama social distancing? Lama-lama kalian pasti bosankan jika hanya melakukan hal-hal itu saja. Nah, kali ini kita akan berbagi sedikit tentang pengertian puisi serta contoh puisi.

Puisi merupakan suatu karya sastra yang berupa ungkapan isi hati penulis yang di dalamnya terdapat irama, lirik, rima, dan ritme pada tiap barisnya. Puisi dikemas dalam bahasa yang imajinatif dan disusun dengan kata yang padat dan penuh makna. Sehingga tak jarang kita temui seorang penyair memiliki imajinasi yang tinggi dan memiliki wawasan yang luas dalam penggunaan kata-kata yang dipakai. Puisi dibedakan menjadi dua yaitu, puisi lama atau yang terikat oleh aturan-aturan yang ada dalam puisi sedangkan puisi baru tidak terkait oleh aturan apapun.

Sobat, kali ini kita memiliki salah satu contoh puisi yang berjudul Senja di dalam Kereta.

 

Senja di dalam Kereta

Pijakan rel satu demi satu terlewati
Panas, peluh dan kecewa jadi satu
Matahari mendayu-dayu diatas kepala
Bayang-bayang fatamorgana menari-nari di pelupuk mata
Dan hati menangis
Di dalam kepala yang menunduk semua terangkum
Kehidupan seperti kereta panjang tak berujung
Meliuk-liuk disepanjang kenangan
Bisakah kita mengembalikan daun yang jatuh?
Ranting saja rela melepaskannya
Jika ia tak menunduk, diatas awan sedang menari-nari
Bergerak sesuai dengan titah-Nya
Mengumpulkan kondensasi panas lalu menjadi air
Dan gelap, mungkin itu air peluh yang meluruh
Bersama rintikan tangis di dalam hati
Diantara rerimbunan pohon, ia pun berhentiDuduk lalu menuliskan sebuah mimpi kedepannya
Disimpannya di bawah batu jejakan rel
Sebagai nota kesepakatannya dengan Tuhan
Sungguh, ini sangat memilukan

Kereta datang dengan berwarna putih terang
Klaksonnya mengangetkan anak-anak bermain layangan lalu berlari
Ia bahkan jalan perlahan di tengah jejakan rel
Dan melambaikan tangan kepada kehidupan
melihat dunia luar yang begitu mempesona
Satu bulir air matapun jatuh tak sengaja
Mengingat keputusan-Nya yang begitu indah
Seindah senja di dalam kereta

Nah, sampai disini dulu ya Sobat pembahasan kita mengenai puisi. Semoga bemanfaat.(RED_CND)

Sumber: https://www.kompasiana.com

NASKAH SEMU


Petang itu dibagian barat kota

kutulis sejuta naskah tentang asmara

dengan aku yang menjadi sutradara

dan kau sebagai tokoh utama

 

Pilihan diksi kutata sedemikian rupa

agar terkesan bahwa kau sangat kupuja

menawan selalu di tiap bait kata

semua tentangmu kutulis begitu hiperbola

 

Alur membawa mundur menuju kilasan

ketika dahulu kau begitu handal bermain peran

dan aku terpukau berkepanjangan

sampai episode terakhir ditayangkan

 

Naskah yang kutulis berantakan

aku tak bisa mengutarakan kebohongan

atau menyanjungmu hingga ke akar patahan

karna semua tak seindah yang kuceritakan (RED_ADP)

Puisi diatas memiliki makna tentang mengisahkan tentang seorang perempuan yang begitu mencintai kekasihnya. Hingga suatu saat dia tersakiti, karena orang yang dikasihinya tidak sebaik yang dikira.

Super


Karya: Ayu Rahmawati D. (XI-OTKP 2)

Rupanya memiliki nilai di bawah rata-rata itu seperti jatuh cinta. Deg-degan parah. Sebelum bertemu dengan orangtua-ku, kurasa aku harus pergi ke kuburan untuk mengubur diri. Kalian pasti menatapku aneh, mengapa aku bisa selebay ini. Masalahnya peringkatku berada di nomor 2 dari bawah. Aku menyesal tidak belajar, tapi aku juga malas melakukan itu. Setelah melihat rapotku sontak orangtuaku teriak. Jangan tanya aku lagi apa. Aku sudah kabur, teman-teman! Samar-samar kudengar teriakan ibuku yang pasti sangat kesal dengan nilaiku yang tak pernah meningkat itu. Bahkan setelah ku sampai di taman, suara ibuku masih saja terdengar.
Tak ada angin, tak ada hujan, si Yashua rupanya sudah berada di sampingku. Yashua adalah sahabatku yang kedua. Dia benar-benar gaib. Tak ada suara yang datang dari tadi. Pantas merinding bulu romaku. Wajahnya saja membuatku takut, dia seakan tak berekspresi.
“Woy!” teriakku tepat di kupingnya, “dari kapan kau di sini?”
“Nongkrong.” jawabnya singkat. Ditanya apa, jawabnya apa. Dasar tokek piknik.
“Kau pasti kena marah juga kan sama Mak Bapak?!” tanyaku lantang. Dia hanya berdehem tanda mengiyakan. “Untung peringkatku masih di atasmu.” sambungku. Yashua berdehem lagi.
“Huaaaa… aku gak mau punya nilai jelek. Semester depan aku harus peringkat satu pokoknya!” teriakku lagi.
Yashua mengelus dadanya sambil berkata, “makanya belajar dong, Kambing!” teriaknya kepadaku. Loh… loh…. Siapa yang ngajarin Yashua yang polos membentakku?!
Hari makin sore dan Yashua pulang, aku masih berada di taman. Sekitar sepuluh menit aku pun pulang juga. Belum sampai lima langkah, aku kaget. Benda basah dan bau menghantamku dari arah depan, tepat di mukaku. Apa ini? Buang sampah kok di muka orang.
Aku marah dong. Kulempar benda tadi dari mukaku ke sembarang arah. Benda itu berbunyi “plok” mendarat ke suatu mobil, eh tapi kok berbentuk seperti piring. Piring besar itu terbuka dan dari sana aku melihat sosok aneh. Oh, dia seperti teman SpongeBob!
Makhluk itupun menghampiriku. “Jangan dibalikin lagi dong, Mbing.” protesnya kepadaku. Lah. Mbing? Wah, rupanya si Yashua menyamar!
“Eh tokek, kau menyamar ya?!” cetusku pada makhluk yang kukira Yashua tersebut. Makhluk itu berbentuk seperti Squidword si tokoh kartun gurita ataukah cumi-cumi dan aku tidak peduli. Tak kusangka aku bisa bertemu cosplay-nya Squidword. Makhluk tersebut bingung dengan apa yang kukatakan dan hidungnya mulai melambai-lambai. Suaranya terdengar datar dan seperti robot. Mengingat watak dan perilaku Squidword pun membuatku semakin yakin kalau makhluk ini adalah Yashua.
“Namaku Nino. Senang bertemu denganmu, Mbing.” ucapnya, akupun manggut-manggut saja. Malas berdebat. Tiba-tiba benda yang kulempar tadi ia tarik menggunakan sinar entahlah apa kemudian memberikannya kepadaku. Rupanya benda tadi adalah kain pel. Aku menerimanya dengan gestur jijik. “Apaan nih?!”
“Rawat itu baik-baik, jangan sampai ada yang memusnahkannya. Kalau sampai musnah, kau akan menyesal.” jelasnya kepadaku. Wah, ngelawak nih makhluk. “Ya tapi bersihkan dulu dong, masa ngasih orang barang jelek begini.” sergahku.
“Benda itu telah teruji klinis untuk membersihkan kapal kami,” ia menunjuk ke piring besar. Ih pantas bau banget, masih basah pula.
“Eh, tunggu. Kekuatan apa?”
Singkat cerita, aku pulang ke rumah di malam hari. Nino telah melatihku menggunakan benda itu. Coba tebak, aku sekarang menjadi superhero! Aku pun tak menyangka. Bagaimana bisa terlempar kain pel bisa membuatku terbang seperti burung. Aku memiliki kekuatan super, seperti terbang, berlari kencang, dan memperlambat waktu. Pun aku bisa meminta apapun untuk tiga kali permintaan setiap harinya. Dan itu akan terwujud dalam waktu sepuluh detik dan bisa dibatalkan sesukaku. Keren banget, mimpi apa aku semalam.
Pada semester baru aku pergi ke sekolah dengan semangat. Pelajaran berjalan seperti biasa namun pastinya aku jadi lebih bersemangat karena permintaan pertamaku adalah mendapatkan nilai bagus pada tugasku hari ini. Lima, tapi ia sahabat pertamaku, heran melihat sahabatnya yang jarang-jarang mendapat nilai di atas 50. “Wih, tumben Ran.” ucap Lima sambil melotot ke kertas nilai tugasku. Aku hanya nyengir kuda.
Hari-hari berjalan seperti biasa, namun diriku terasa luar biasa. Aku bisa mendapatkan apapun yang aku mau. Lapar tak perlu jauh-jauh pesan makanan, tak perlu belajar, nilai pun tak menjadi khawatirku. Sampai pada suatu saat, Yashua yang sosok terlihat tak peduli itu bertanya tentang keadaanku, “Mbing, kau kenapa sih?” Tiba-tiba aku teringat Nino, apa sebenarnya hubungan gelap mereka berdua?
“Kenapa gimana maksud kau?” tanyaku balik. Yashua memicingkan matanya. “Nilaimu gak biasanya saja. Kau punya guna-guna ya?” tanyanya. Lima manggut-manggut, ia pasti sudah menyadari ada yang aneh dariku dari tugas pertama itu.
“Ini, jadi aku punya kekuatan super.” aku memutuskan untuk menjelaskan semuanya pada sahabatku itu. Mengejutkan, rupanya Yashua juga pernah diberi kekuatan super itu oleh Nino, tapi ia menolak. “Gak ada gunanya punya yang seperti itu. Malah bikin kau tambah malas dan tamak.” ucap Yashua.
“Tapi kan aku ingin membahagiakan orangtua dengan nilaiku yang semakin meningkat ini,” debatku.
“Itu sama saja berbohong.” balas Lima.
“Aku tidak mau menjadi Ran yang tak berguna lagi. Kalian lihat, aku juga bantu mereka yang butuh contekan kok. Itu sama saja membantu orang yang sedang kesusahan, kan?”
“Oh, jadi menurutmu Ran yang berguna itu yang pecundang seperti ini?” Sial, pertanyaan Yashua membuatku sakit hati. Aku menunduk.
Lima menghela napas dan berkata, “Kau perlahan menjauhi kami sejak kau dapat nilai bagus. Setelah bisa segalanya, kau sudah tak butuh kami lagi, ya?”
Aku tidak terima dengan ucapan mereka, “Aku masih sahabat kalian, kok. Lagipula, aku jadi lebih bahagia dengan adanya kekuatan ini!”
“Ingat, Ran. Kekuatan itu hanya sementara, nanti kau akan kembali lagi bodoh akademik sepertiku. Tak perlu dipaksakan, kita kan memang ditakdirkan untuk hebat di bidang seni. Lagi pula kekuatan itu akan menjerumuskanmu dan aku tidak mau itu terjadi.” sahut Yashua. Ah, dia berisik sekali!
“Kekuatan yang besar perlu tanggung jawab yang besar pula, Ran.” tambah Lima. Ini kenapa mereka jadi menyalahkanku terus sih. Aku berdiri dan memandang mereka dengan serius. “Kalian nggak suka lihat aku bahagia?”

“Bukan begitu, Ran. Kita justru melakukan ini karena kita sayang sama kau. Ya kan, Yash?” Yashua mengangguk mantap. Tapi aku tidak merasa mantap sama sekali. Mereka terlalu menyudutkanku dan apa-apaan dengan sok mengguruiku tadi?!

“Cepat kau kembalikan kekuatan itu pada Nino sebelum sesuatu yang buruk terjadi.” Sambung dari Yashua. Aku yakin mereka hanya iri dengan hal yang bisa kulakukan sedangkan mereka tidak. Aku pun meninggalkan mereka begitu saja.

Hari-hariku jadi sendu dan membosankan. Di satu sisi aku menyesal telah menjauhi mereka, di sisi lain aku masih kesal. Terasa sekali hampir sebulan dan aku tidak tahan lagi berpura-pura marah dengan mereka. Jujur saja setelah sepekan kita tak bertegur sapa, aku sudah tidak masalah dengan mereka. Ucapan mereka kurasa ada benarnya. Lima selalu terlihat sedih saat pandangan kita bertemu. Yashua justru terlihat menyedihkan bagiku. Aku takut apa yang dikatakan Lima dan Yashua benar, soal kebodohanku yang sudah mendarah daging ini akan kembali saat aku kehilangan kekuatanku. Nino tak memberitahuku tanggal berapa kekuatan ini akan kadaluwarsa. Aku pun memutuskan untuk menemuinya.

Melangkah gontai menuju taman, aku masih saja memikirkan kedua sahabatku itu. Ngomong-ngomong bagaimana caraku memanggil Nino? Ku ambil batu di sekitarku dan menggosok-gosokkannya dengan tanganku, siapa tau ia bisa terpanggil. Nihil. Malah yang sekarang muncul adalah Yashua, “ngapain kau disini?” masih dengan wajah datarnya.

“Anu, cari Nino.”

“Kenapa tidak panggil namanya langsung?” Lah, gampang sekali. Kulempar batu tadi dan panggil namanya, benar rupanya. Ia datang dengan piring raksasanya kembali. “Ada apa, Mbing?” tanya Nino. Apa-apaan panggilan busuk itu. Aku menatap sinis ke arah Yashua, pasti ia yang mengajarkan hal jahat itu pada Nino.

“Aku mau tau tanggal kadaluwarsanya kekuatanku.”

“Kalau kau sudah bahagia dengan apa yang ingin kau capai dari awal, Kambing.” Ucapnya. Aku mau punya peringkat satu untuk semester depan. Rapot semester dua-ku masih lama dan aku sudah merasa semua kekuatan ini percuma saja kumiliki.

“Aku mau…” ucapku menggantung biar mereka penasaran, hehehe. Aku berpikir sejenak. Nanti aku akan kembali ke nilai jelekku. Nanti aku akan kembali ke Ran yang biasa dan tak berguna. Nanti aku akan kembali pada diriku yang membosankan dan keseharian yang itu-itu saja.

“RAN!” Lima telah menyadarkanku dari renunganku. “Maafkan kami telah meremehkanmu. Kami tidak memercayaimu dengan kekuatanmu itu. Tapi kau harus dengar ini baik-baik, apapun kekuatan dan kemampuanmu, kau hebat, Ran! Kami sangat menyayangimu. Kami ini sahabatmu!” Lima yang tak pernah semili-pun air mata jatuh dari matanya membuatku ikut menangis. Bahkan ingus kami telah mengucur deras.

“SIAPA YANG NAROH BAWANG DI SINI!” teriakku sambil berlari menuju pelukan Lima. Setelah beberapa saat, “jadi apa yang kau inginkan, Mbing?” Lima tertawa mendengar Nino memanggilku Kambing. Aku melepas pelukanku dari Lima dan melangkah ke Nino dan menatap Yashua yang sedang tersenyum ke arahku. Tampan juga sahabatku ini, HAHA.

Kubuka tasku dan kukeluarkan kain pel yang telah kucuci bersih pastinya. Yashua dan Lima kaget melihat aksiku. “Makasih atas semuanya, Nino. Tapi kurasa aku masih mau jadi manusia sejati. Jangan dibikin kotor lagi ya kain pelnya!” ucapku pada Nino.

“Terima kasih kembali, Kam—“ “Eh, panggil aku Ran!” potongku. Ia mengangguk mengiyakan dan setelah sesi berpamitan, ia langsung melayang bersama piring raksasanya. Aku menghembuskan napas lega. Dadaku terasa ringan. Setidaknya aku masih punya dua kekuatan yang tak akan bisa menjerumuskanku, yap, Lima dan Yashua. Siapa yang butuh kekuatan super jika kau punya sahabat yang super.