Puisi Pandemi Saat Ini


Hai Sobat Pio, nggak terasa udah 1 bulan lebih kita menjalankan social distancing. Kalian udah pada ngapain aja nih? Pasti kalian bosen dan bingung mau ngapain lagi karena udah berulangkali melakukan hal yang sama. Nah, kali ini kita mau berbagi sedikit mengenai puisi yang lagi viral karena isi dari puisi tersebut menggambarkan situasi saat ini loh Sobat. Penasaran? Yuk simak puisi berikut.

 

 

Dan orang-orang tinggal di rumah
Dan baca buku
Dan dengarkan
Dan mereka beristirahat
Dan berolahraga
Dan membuat karya seni dan dimainkan
Dan belajar cara-cara baru
Dan berhenti dan dengarkan
Lebih dalam
Seseorang yang dimediasi, seseorang berdoa
Seseorang bertemu bayangan mereka
Dan orang-orang mulai berpikir berbeda-beda
Dan orang-orang sembuh
Dan dengan tidak adanya orang
Hidup dengan tidak adanya orang
Hidup dengan cara yang bodoh
Berbahaya, tidak berarti dan tidak berperasaan,
Bumi juga mulai sembuh
Dan ketika bahaya berakhir dan
Orang-orang menemukan diri mereka sendiri
Mereka berduka atas kematian
Dan membuat pilihan baru
Dan memimpikan visi baru
Dan menciptakan cara hidup baru
Dan sepenuhnya menyembuhkan bumi
Sama seperti mereka disembuhkan

 

Puisi ini merupakan puisi modern yang ditulis oleh Catherine M. O’Meara selama pandemi Covid-19, kemudian dipublikasikan di blognya(The Daily Round) pada tanggal 16 Maret 2020 sehingga menjadi viral dan beredar di media sosial saat ini.

Nah, sampai disini dulu ya Sobat pembahasan kita mengenai puisi yang saat ini sedang viral. Semoga artikel ini bermanfaat dan bisa mengisi waktu luang kalian saat dirumah aja.(RED_RSP)

Sumber : https://www.merdeka.com

Yuk Belajar Puisi


    Hai Sobat Pio gimana nih social distancing kalian? Apa saja yang kalian lakukan selama social distancing? Lama-lama kalian pasti bosankan jika hanya melakukan hal-hal itu saja. Nah, kali ini kita akan berbagi sedikit tentang pengertian puisi serta contoh puisi.

Puisi merupakan suatu karya sastra yang berupa ungkapan isi hati penulis yang di dalamnya terdapat irama, lirik, rima, dan ritme pada tiap barisnya. Puisi dikemas dalam bahasa yang imajinatif dan disusun dengan kata yang padat dan penuh makna. Sehingga tak jarang kita temui seorang penyair memiliki imajinasi yang tinggi dan memiliki wawasan yang luas dalam penggunaan kata-kata yang dipakai. Puisi dibedakan menjadi dua yaitu, puisi lama atau yang terikat oleh aturan-aturan yang ada dalam puisi sedangkan puisi baru tidak terkait oleh aturan apapun.

Sobat, kali ini kita memiliki salah satu contoh puisi yang berjudul Senja di dalam Kereta.

 

Senja di dalam Kereta

Pijakan rel satu demi satu terlewati
Panas, peluh dan kecewa jadi satu
Matahari mendayu-dayu diatas kepala
Bayang-bayang fatamorgana menari-nari di pelupuk mata
Dan hati menangis
Di dalam kepala yang menunduk semua terangkum
Kehidupan seperti kereta panjang tak berujung
Meliuk-liuk disepanjang kenangan
Bisakah kita mengembalikan daun yang jatuh?
Ranting saja rela melepaskannya
Jika ia tak menunduk, diatas awan sedang menari-nari
Bergerak sesuai dengan titah-Nya
Mengumpulkan kondensasi panas lalu menjadi air
Dan gelap, mungkin itu air peluh yang meluruh
Bersama rintikan tangis di dalam hati
Diantara rerimbunan pohon, ia pun berhentiDuduk lalu menuliskan sebuah mimpi kedepannya
Disimpannya di bawah batu jejakan rel
Sebagai nota kesepakatannya dengan Tuhan
Sungguh, ini sangat memilukan

Kereta datang dengan berwarna putih terang
Klaksonnya mengangetkan anak-anak bermain layangan lalu berlari
Ia bahkan jalan perlahan di tengah jejakan rel
Dan melambaikan tangan kepada kehidupan
melihat dunia luar yang begitu mempesona
Satu bulir air matapun jatuh tak sengaja
Mengingat keputusan-Nya yang begitu indah
Seindah senja di dalam kereta

Nah, sampai disini dulu ya Sobat pembahasan kita mengenai puisi. Semoga bemanfaat.(RED_CND)

Sumber: https://www.kompasiana.com

NASKAH SEMU


Petang itu dibagian barat kota

kutulis sejuta naskah tentang asmara

dengan aku yang menjadi sutradara

dan kau sebagai tokoh utama

 

Pilihan diksi kutata sedemikian rupa

agar terkesan bahwa kau sangat kupuja

menawan selalu di tiap bait kata

semua tentangmu kutulis begitu hiperbola

 

Alur membawa mundur menuju kilasan

ketika dahulu kau begitu handal bermain peran

dan aku terpukau berkepanjangan

sampai episode terakhir ditayangkan

 

Naskah yang kutulis berantakan

aku tak bisa mengutarakan kebohongan

atau menyanjungmu hingga ke akar patahan

karna semua tak seindah yang kuceritakan (RED_ADP)

Puisi diatas memiliki makna tentang mengisahkan tentang seorang perempuan yang begitu mencintai kekasihnya. Hingga suatu saat dia tersakiti, karena orang yang dikasihinya tidak sebaik yang dikira.

Super


Karya: Ayu Rahmawati D. (XI-OTKP 2)

Rupanya memiliki nilai di bawah rata-rata itu seperti jatuh cinta. Deg-degan parah. Sebelum bertemu dengan orangtua-ku, kurasa aku harus pergi ke kuburan untuk mengubur diri. Kalian pasti menatapku aneh, mengapa aku bisa selebay ini. Masalahnya peringkatku berada di nomor 2 dari bawah. Aku menyesal tidak belajar, tapi aku juga malas melakukan itu. Setelah melihat rapotku sontak orangtuaku teriak. Jangan tanya aku lagi apa. Aku sudah kabur, teman-teman! Samar-samar kudengar teriakan ibuku yang pasti sangat kesal dengan nilaiku yang tak pernah meningkat itu. Bahkan setelah ku sampai di taman, suara ibuku masih saja terdengar.
Tak ada angin, tak ada hujan, si Yashua rupanya sudah berada di sampingku. Yashua adalah sahabatku yang kedua. Dia benar-benar gaib. Tak ada suara yang datang dari tadi. Pantas merinding bulu romaku. Wajahnya saja membuatku takut, dia seakan tak berekspresi.
“Woy!” teriakku tepat di kupingnya, “dari kapan kau di sini?”
“Nongkrong.” jawabnya singkat. Ditanya apa, jawabnya apa. Dasar tokek piknik.
“Kau pasti kena marah juga kan sama Mak Bapak?!” tanyaku lantang. Dia hanya berdehem tanda mengiyakan. “Untung peringkatku masih di atasmu.” sambungku. Yashua berdehem lagi.
“Huaaaa… aku gak mau punya nilai jelek. Semester depan aku harus peringkat satu pokoknya!” teriakku lagi.
Yashua mengelus dadanya sambil berkata, “makanya belajar dong, Kambing!” teriaknya kepadaku. Loh… loh…. Siapa yang ngajarin Yashua yang polos membentakku?!
Hari makin sore dan Yashua pulang, aku masih berada di taman. Sekitar sepuluh menit aku pun pulang juga. Belum sampai lima langkah, aku kaget. Benda basah dan bau menghantamku dari arah depan, tepat di mukaku. Apa ini? Buang sampah kok di muka orang.
Aku marah dong. Kulempar benda tadi dari mukaku ke sembarang arah. Benda itu berbunyi “plok” mendarat ke suatu mobil, eh tapi kok berbentuk seperti piring. Piring besar itu terbuka dan dari sana aku melihat sosok aneh. Oh, dia seperti teman SpongeBob!
Makhluk itupun menghampiriku. “Jangan dibalikin lagi dong, Mbing.” protesnya kepadaku. Lah. Mbing? Wah, rupanya si Yashua menyamar!
“Eh tokek, kau menyamar ya?!” cetusku pada makhluk yang kukira Yashua tersebut. Makhluk itu berbentuk seperti Squidword si tokoh kartun gurita ataukah cumi-cumi dan aku tidak peduli. Tak kusangka aku bisa bertemu cosplay-nya Squidword. Makhluk tersebut bingung dengan apa yang kukatakan dan hidungnya mulai melambai-lambai. Suaranya terdengar datar dan seperti robot. Mengingat watak dan perilaku Squidword pun membuatku semakin yakin kalau makhluk ini adalah Yashua.
“Namaku Nino. Senang bertemu denganmu, Mbing.” ucapnya, akupun manggut-manggut saja. Malas berdebat. Tiba-tiba benda yang kulempar tadi ia tarik menggunakan sinar entahlah apa kemudian memberikannya kepadaku. Rupanya benda tadi adalah kain pel. Aku menerimanya dengan gestur jijik. “Apaan nih?!”
“Rawat itu baik-baik, jangan sampai ada yang memusnahkannya. Kalau sampai musnah, kau akan menyesal.” jelasnya kepadaku. Wah, ngelawak nih makhluk. “Ya tapi bersihkan dulu dong, masa ngasih orang barang jelek begini.” sergahku.
“Benda itu telah teruji klinis untuk membersihkan kapal kami,” ia menunjuk ke piring besar. Ih pantas bau banget, masih basah pula.
“Eh, tunggu. Kekuatan apa?”
Singkat cerita, aku pulang ke rumah di malam hari. Nino telah melatihku menggunakan benda itu. Coba tebak, aku sekarang menjadi superhero! Aku pun tak menyangka. Bagaimana bisa terlempar kain pel bisa membuatku terbang seperti burung. Aku memiliki kekuatan super, seperti terbang, berlari kencang, dan memperlambat waktu. Pun aku bisa meminta apapun untuk tiga kali permintaan setiap harinya. Dan itu akan terwujud dalam waktu sepuluh detik dan bisa dibatalkan sesukaku. Keren banget, mimpi apa aku semalam.
Pada semester baru aku pergi ke sekolah dengan semangat. Pelajaran berjalan seperti biasa namun pastinya aku jadi lebih bersemangat karena permintaan pertamaku adalah mendapatkan nilai bagus pada tugasku hari ini. Lima, tapi ia sahabat pertamaku, heran melihat sahabatnya yang jarang-jarang mendapat nilai di atas 50. “Wih, tumben Ran.” ucap Lima sambil melotot ke kertas nilai tugasku. Aku hanya nyengir kuda.
Hari-hari berjalan seperti biasa, namun diriku terasa luar biasa. Aku bisa mendapatkan apapun yang aku mau. Lapar tak perlu jauh-jauh pesan makanan, tak perlu belajar, nilai pun tak menjadi khawatirku. Sampai pada suatu saat, Yashua yang sosok terlihat tak peduli itu bertanya tentang keadaanku, “Mbing, kau kenapa sih?” Tiba-tiba aku teringat Nino, apa sebenarnya hubungan gelap mereka berdua?
“Kenapa gimana maksud kau?” tanyaku balik. Yashua memicingkan matanya. “Nilaimu gak biasanya saja. Kau punya guna-guna ya?” tanyanya. Lima manggut-manggut, ia pasti sudah menyadari ada yang aneh dariku dari tugas pertama itu.
“Ini, jadi aku punya kekuatan super.” aku memutuskan untuk menjelaskan semuanya pada sahabatku itu. Mengejutkan, rupanya Yashua juga pernah diberi kekuatan super itu oleh Nino, tapi ia menolak. “Gak ada gunanya punya yang seperti itu. Malah bikin kau tambah malas dan tamak.” ucap Yashua.
“Tapi kan aku ingin membahagiakan orangtua dengan nilaiku yang semakin meningkat ini,” debatku.
“Itu sama saja berbohong.” balas Lima.
“Aku tidak mau menjadi Ran yang tak berguna lagi. Kalian lihat, aku juga bantu mereka yang butuh contekan kok. Itu sama saja membantu orang yang sedang kesusahan, kan?”
“Oh, jadi menurutmu Ran yang berguna itu yang pecundang seperti ini?” Sial, pertanyaan Yashua membuatku sakit hati. Aku menunduk.
Lima menghela napas dan berkata, “Kau perlahan menjauhi kami sejak kau dapat nilai bagus. Setelah bisa segalanya, kau sudah tak butuh kami lagi, ya?”
Aku tidak terima dengan ucapan mereka, “Aku masih sahabat kalian, kok. Lagipula, aku jadi lebih bahagia dengan adanya kekuatan ini!”
“Ingat, Ran. Kekuatan itu hanya sementara, nanti kau akan kembali lagi bodoh akademik sepertiku. Tak perlu dipaksakan, kita kan memang ditakdirkan untuk hebat di bidang seni. Lagi pula kekuatan itu akan menjerumuskanmu dan aku tidak mau itu terjadi.” sahut Yashua. Ah, dia berisik sekali!
“Kekuatan yang besar perlu tanggung jawab yang besar pula, Ran.” tambah Lima. Ini kenapa mereka jadi menyalahkanku terus sih. Aku berdiri dan memandang mereka dengan serius. “Kalian nggak suka lihat aku bahagia?”

“Bukan begitu, Ran. Kita justru melakukan ini karena kita sayang sama kau. Ya kan, Yash?” Yashua mengangguk mantap. Tapi aku tidak merasa mantap sama sekali. Mereka terlalu menyudutkanku dan apa-apaan dengan sok mengguruiku tadi?!

“Cepat kau kembalikan kekuatan itu pada Nino sebelum sesuatu yang buruk terjadi.” Sambung dari Yashua. Aku yakin mereka hanya iri dengan hal yang bisa kulakukan sedangkan mereka tidak. Aku pun meninggalkan mereka begitu saja.

Hari-hariku jadi sendu dan membosankan. Di satu sisi aku menyesal telah menjauhi mereka, di sisi lain aku masih kesal. Terasa sekali hampir sebulan dan aku tidak tahan lagi berpura-pura marah dengan mereka. Jujur saja setelah sepekan kita tak bertegur sapa, aku sudah tidak masalah dengan mereka. Ucapan mereka kurasa ada benarnya. Lima selalu terlihat sedih saat pandangan kita bertemu. Yashua justru terlihat menyedihkan bagiku. Aku takut apa yang dikatakan Lima dan Yashua benar, soal kebodohanku yang sudah mendarah daging ini akan kembali saat aku kehilangan kekuatanku. Nino tak memberitahuku tanggal berapa kekuatan ini akan kadaluwarsa. Aku pun memutuskan untuk menemuinya.

Melangkah gontai menuju taman, aku masih saja memikirkan kedua sahabatku itu. Ngomong-ngomong bagaimana caraku memanggil Nino? Ku ambil batu di sekitarku dan menggosok-gosokkannya dengan tanganku, siapa tau ia bisa terpanggil. Nihil. Malah yang sekarang muncul adalah Yashua, “ngapain kau disini?” masih dengan wajah datarnya.

“Anu, cari Nino.”

“Kenapa tidak panggil namanya langsung?” Lah, gampang sekali. Kulempar batu tadi dan panggil namanya, benar rupanya. Ia datang dengan piring raksasanya kembali. “Ada apa, Mbing?” tanya Nino. Apa-apaan panggilan busuk itu. Aku menatap sinis ke arah Yashua, pasti ia yang mengajarkan hal jahat itu pada Nino.

“Aku mau tau tanggal kadaluwarsanya kekuatanku.”

“Kalau kau sudah bahagia dengan apa yang ingin kau capai dari awal, Kambing.” Ucapnya. Aku mau punya peringkat satu untuk semester depan. Rapot semester dua-ku masih lama dan aku sudah merasa semua kekuatan ini percuma saja kumiliki.

“Aku mau…” ucapku menggantung biar mereka penasaran, hehehe. Aku berpikir sejenak. Nanti aku akan kembali ke nilai jelekku. Nanti aku akan kembali ke Ran yang biasa dan tak berguna. Nanti aku akan kembali pada diriku yang membosankan dan keseharian yang itu-itu saja.

“RAN!” Lima telah menyadarkanku dari renunganku. “Maafkan kami telah meremehkanmu. Kami tidak memercayaimu dengan kekuatanmu itu. Tapi kau harus dengar ini baik-baik, apapun kekuatan dan kemampuanmu, kau hebat, Ran! Kami sangat menyayangimu. Kami ini sahabatmu!” Lima yang tak pernah semili-pun air mata jatuh dari matanya membuatku ikut menangis. Bahkan ingus kami telah mengucur deras.

“SIAPA YANG NAROH BAWANG DI SINI!” teriakku sambil berlari menuju pelukan Lima. Setelah beberapa saat, “jadi apa yang kau inginkan, Mbing?” Lima tertawa mendengar Nino memanggilku Kambing. Aku melepas pelukanku dari Lima dan melangkah ke Nino dan menatap Yashua yang sedang tersenyum ke arahku. Tampan juga sahabatku ini, HAHA.

Kubuka tasku dan kukeluarkan kain pel yang telah kucuci bersih pastinya. Yashua dan Lima kaget melihat aksiku. “Makasih atas semuanya, Nino. Tapi kurasa aku masih mau jadi manusia sejati. Jangan dibikin kotor lagi ya kain pelnya!” ucapku pada Nino.

“Terima kasih kembali, Kam—“ “Eh, panggil aku Ran!” potongku. Ia mengangguk mengiyakan dan setelah sesi berpamitan, ia langsung melayang bersama piring raksasanya. Aku menghembuskan napas lega. Dadaku terasa ringan. Setidaknya aku masih punya dua kekuatan yang tak akan bisa menjerumuskanku, yap, Lima dan Yashua. Siapa yang butuh kekuatan super jika kau punya sahabat yang super.

AMPUNI AKU, BUNDA


Peluh menderai tiada henti

Raga meringkih karna usia tak lagi dini

Lelah letih begitu mendominasi

Tapi asa tetap kukuh demi sang buah hati

 

Tak pernah keluh kesah kau ucapkan

Atau sekadar menampakkan raut kesedihan

Kau senantiasa tersenyum disetiap keadaan

Doa-doa kau panjatkan tulus tak terbalaskan

 

Bunda…

Ampunilah aku…

Yang pernah mencerca keadaan kala kau tak sanggup penuhi keinginanku,

Yang pernah mengeluh kala aku merasa tak seperti temanku,

 

Bunda…

Dikala dosa-dosa kupupuk dengan sengaja

Dikala aku melukai hatimu secara berkala

Ketahuilah,

Aku selalu menyayangimu tiada tara  (RED_ADP)

 

 

 

 

Makna Puisi :

 

Puisi diatas memiliki makna tentang perjuangan seorang ibu demi anaknya yang tidak kenal lelah dan letih apalagi sedih untuk menghidupi anak kesayangannya.

Akan tetapi, anak itu kurang bersyukur terhadap keadaan yang diterima dan hanya terus mengeluh tentang kondisi yang dialaminya, hingga pada suatu saat dia menyadari bahwa dosa-dosanya terhadap ibunya terlalu banyak.

Meskipun begitu ibunya akan selalu memaafkan setiap kesalahan anaknya dan begitu juga sang anak yang akan tetap sayang kepada ibunya bagaimanapun keadaannya.

Perjuangan Melawan Rasa Minder


Hai Sobat Pio, ada gak nih di antara sobat yang minder atau tidak percaya diri? Nah, pada kesempatan kali ini kita akan bercerita tentang percaya diri.

Percaya diri. Tak semua orang memiliki karakter yang demikian. Aku pernah mendengar sebuah kisah tentang salah seorang manusia yang sempat tidak memiliki karakter tersebut. Mari kuceritakan.

Saat duduk di bangku Sekolah Dasar, ia paling pemalu di antara teman-temannya. Ia selalu minta ditemani oleh ibunya kapan saja. Ia beralasan “aku tak mau sendirian.” Oke itu bisa dimaklumi, karena ia masih kecil. Ia juga tidak memiliki Ayah, itu salah satu alasan mengapa ia sangat minder bergaul.

Sampai ia memasuki Sekolah Menengah Pertama, ibunya selalu menemaninya di setiap acara. Bahkan saat guru menunjuknya maju untuk bernyanyi, ia malah meringkuk menyedihkan di bangkunya. Jangankan mendengar ejekan teman-temannya, ia saja tidak pernah bergaul dengan manusia siapapun kecuali ibunya yang sangat menyayanginya itu.

Sampai pada saat yang paling menegangkan dalam hidupnya, temannya mulai terganggu dengan sikapnya. “Hei Reiz, tak bosan kau hanya dengan ibumu? Cobalah cari teman. Memangnya ibumu mau menemanimu di kelas juga?” sarkas salah satu temannya. Reiz tentu sangat kaget dengan perkataan itu. Ia pikir selama ini ia seakan tidak terlihat karena tak ada yang sudi berteman dengan orang yang tak memiliki Ayah, begitulah menurutnya.

Tentu saja opini pedas dari temannya itu tidak semerta-merta membantu keadaannya. Sejak itu ia merenungi dirinya, berhari-hari bahkan. Bagaimana temannya itu bisa berkata demikian? Bukannya ia menjauhi semua orang untuk menghindari ejekan karena ia tidak memiliki Ayah? Mengapa ia tetap saja diejek? Sampai ketika ibu bertanya, ia pun tak bisa menutupi lagi semua tanda tanya besar di kepalanya. Ibunya pun menjawab, “Tidak apa-apa nak, kau sama seperti mereka. Suka bermain game, bernyanyi, belajar, dan kegiatan remaja lainnya. Tak ada salahnya kau bergaul dengan mereka. Jangan takut, sahabat yang terbaik adalah mereka yang sayang kepadamu tanpa alasan, seperti Ibu menyayangimu.” Seketika Reiz tersadar. Ia pun bertekad untuk merubah dirinya sedikit demi sedikit.

Hari demi hari, hingga tahun demi tahun ia mempelajari ilmu berkomunikasi dengan berbekal kuota internet saja. Itu sudah cukup membuatnya memiliki secercah koneksi untuk menumbuhkan kepercayaan dirinya. Tak lupa ia juga mengikuti organisasi di sekolahnya.

Hingga sampai ia duduk di bangku SMA, semuanya sudah terlihat jelas. Bagaimana dunia ini bekerja, bagaimana manusia berinteraksi, bagaimana berbicara di depan umum, hingga bagaimana menatap lawan bicara dengan mantap. Ia merasa telah memiliki gambaran yang jelas akan dirinya di masa depan. Tak seperti dulu saat di mana ada ibunya, di situ ia merasa nyaman.

Beranjak dewasa, Reiz akhirnya berhasil keluar dari zona nyaman yang selama ini telah mengelabuhinya. Bahkan, ia sekarang telah dijuluki sebagai jurnalis muda yang cerdas dan bijak. Sungguh perjuangan yang berbuah manis.

Eh! Aku keasikan bercerita hingga lupa memperkenalkan diri. Namaku Reiz. Ya, perempuan itu adalah diriku sendiri. Untuk temanku yang mengejekku, Ibu, dan Ayah, aku sangat bersyukur kalian telah terlibat dalam diriku di masa lalu dan telah membawa perubahan luar biasa akan diriku saat ini.

Bagaimana Sobat, seru kan ceritanya? Jadi, untuk sobat yang masih merasa tidak percaya diri atau minder, cobalah untuk keluar dari zona nyaman kalian. Sifat minder bukanlah hal yang baik sobat. Tetap semangat dan semoga cerita di atas bisa menjadi motivasi untuk Sobat Pio semua.(RED_ARD)

Jadilah Dirimu


karya: Ayu Rahmawati D

Sepanjang malam bersama pikiranmu
Sepatutnya menikmati hidup
Tetapi kau malah meratap
Pikiranmu entah ke mana
Termenung di depan cermin
Alih-alih melihat diri sendiri
Malah memindai segala cara
Agar menjadi orang lain
Supaya terlihat sempurna
Kutahu kau merasa
Tak layak dalam segala hal
Hei, kau tak sendiri kawan
Aku pun pernah merasa demikian
Yang ingin kukatakan hanya
Jangan berubah
Segala bagian dirimu tak pernah salah
Tolong jangan ubah mereka
Kau sempurna
Kau layak
Kau luar biasa sebagai dirimu sendiri
Jadi untuk apa menutupinya?
Biarkan aku jadi cerminmu
Kutunjukkan keindahanmu yang nyata
Biarkan bagian darimu utuh
Jangan pernah merubahnya

Tita Adalah Anak yang Baik


Karya: Ayu Rahmawati D.
            Di suatu pagi yang cerah, aku duduk bersandar di dinding kamar mandi. Pagi ini memang tak secerah hati dan pikiranku. Hinaan, kecaman, dan cacian mereka masih terdengar nyaring di telingaku. Aku menekan kedua telingaku keras-keras, sembari terus menangis dalam diam. Kemudian aku membuka pintu kamar mandi dan segera pergi dari sini. Aku menunduk, menghindari semua tatapan aneh mereka. Mereka terdengar berbisik-bisik.
            “Tita sekarang jadi aneh, ya.”
            “Ayahnya itu seorang pembunuh, loh!”
            Tenang. Kau tidak boleh marah, Tita. Aku Tita, dan aku adalah anak yang baik. Aku bukan seperti ayahku! Ku-ulangi kalimat tersebut dalam hati, memaafkan mereka, dan segera pulang begitu saja.
            Aku berjalan gontai menuju pemakaman. Tempat ibuku diistirahatkan dengan tenang. Aku bersimpuh di tempat tidur abadi ibuku. “Ibu, teman-temanku selalu menghindariku. Sebenarnya aku salah apa?” tanyaku dengan mengelus-elus batu nisan ibuku sembari menangis. Aku mendengar suara-suara itu lagi. Tunggu, ini aneh. Semua hinaan itu bukan ditujukan untukku, melainkan ayahku. Tepat ketika aku melihatnya mati saat dihakimi massa karena telah membunuh istrinya sendiri. Benar, ayahku telah membunuh ibuku! Bahkan binatang itu tidak pantas menerima gelar ‘ayah’. Karenanya, aku kehilangan ibuku,karenanya pula aku dijauhi teman-temanku. Aku sangat membencinya!
            Lagi-lagi aku menekan kedua telingaku, suara-suara itu sungguh mengganggu. Aku berteriak sekencang-kencangnya dan segera lari kembali ke sekolah. Di perjalanan dengan langkah lebar-lebar, aku baru menyadari tadi aku keluar sekolah pada jam istirahat pertama. Ketika aku kembali, rupanya seluruh murid SMA X sudah masuk ke kelasnya masing-masing. Aku masuk ke dalam kelasku, beruntung belum ada guru yang mengisi kelas kami. Sabrina, teman sebangkuku bertanya kepadaku tepat saat aku menduduki bangku.
            “Kau ini dari mana saja, Ta? Kau tahu tidak kalau ini sudah jam terakhir?”
            “Tita, kau yang sekarang ini bukan dirimu, kau tahu ‘kan maksu
dku? Kami tahu kau pasti
trauma. Ceritakan saja pada kami keluh kesahmu.” sahut Fara, yang duduk di depanku.
            Kemudian Sisil, anak yang duduk tepat di samping Fara ikut menyahut pula, “Belakangan ini kau aneh, tau? Apa karena kata-kata dari mereka? Sudahlah, kautidak perlu menjadi mudah tersinggung seperti itu.” mendengar itu, aku langsung menatapnya kemudian menatap mereka bertiga secara bergantian. Mereka terlihat bingung beberapa saat. Aku pergi keluar kelas tanpa meninggalkan sehuruf pun jawaban untuk mereka yang cerewet itu. Aku jadi kesal, dan aku mendengar suara-suara yang menggangu itu lagi.
            Setelah mengalami hari yang panjang kemarin, aku bangun pagi dengan semangat. Hari ini perasaanku sedang baik, aku tersenyum sepanjang jalanku menuju sekolah. Sampai sekolah, aku menyapa seluruh orang yang kutemui sepanjang jalanku menuju kelas. Mereka masih saja menatapku dengan aneh, tapi aku tidak peduli. Seakan tidak ada yang mengganggu perasaan bahagiaku saat ini. Tiba-tiba, aku mendengar suara-suara itu lagi. Kali ini berdengung sebentar lalu suara itu pergi. Aku mulai membuka mataku dan menurunkan kedua tanganku dari telinga. Aku mulai memasuki kelas. Kelas sangat sepi, tidak seperti biasanya, padahal jam sudah menunjukkan pukul tujuh.  Oh, aku hampir lupa. Aku benar-benar telah melewati hari yang panjang kemarin, sampai-sampai aku berhalusinasi bertemu dengan mereka pagi ini. Mayat-mayat mereka pun juga sudah kuhanyutkan semua di sungai terdekat. Ya, semua warga sekolah ini. Memangnya siapa peduli kalau Tita adalah anak yang baik?

Buku


Oleh Erni Ristyanti

Buku …
Kau adalah sumber ilmu
Dimana aku belajar dan membaca
Dari aku tak tahu sampai tahu

Buku …
Kau adalah jendela ilmu
Jendela menuju kehidupan yang lebih sukses
Menuju kehidupan yang lebih indah

Halaman demi halaman
Lembar demi lembar
Kubaca dengan serius
Hingga aku lupa waktu

Terimakasih buku
Engkau temaniku
Dari kecil hingga besar
Tuk menggapai cita-citaku

Sumber : https://www.lokerpuisi.web.id/2016/07/puisi-pendidikan.html

Atap Rumah


Jiwa ini nampak melankolis
Saat hati dirundung nestapa
Pilu menghidupi bumantara
Lalu datang kasih tiada tara
Membawa sejuta cinta
Mengguyur panas bergelora
Kau tahu ?
Itu ibuku
Matanya sendu penuh kasih
Sayangnya bak cinta penuh arti
Ibu, rumah yang tak lelah mencinta
Malaikat pendamai luka lara
Hanya peluknya yang mampu teduhkan jiwa raga


Sin_(Kdr,05/02/19)