Ramadhan di Masa Pandemi


Terimakasih Tuhan

Kau pertemukan hambamu dengan bulan yang ku dambakan

Kau berikan kami tuk harapan sebuah ampunan

Sebuah ampunan di bulan suci Ramadhan

Rasa bahagia yang tak bisa terucap oleh kata-kata

 

Bulan Ramadhan bulan yang istimewa

Bagi umat muslim di seluruh dunia

Namun, tahun ini Ramadhan kedua dengan virus corona

Hingga rasa rindu dengan sanak saudara pun terasa

 

Masjid-masjid pun jadi sepi

Orang-orang mengurung diri

Beribadah di dalam rumah

Agar corona tidak tersebar kemana-mana

 

Mari kita berdiam diri

Jangan sembarang pergi-pergi

Sebab corona bisa menyakiti

Siapa saja di negeri ini

 

Hai Sobat Pio! Umat muslim di seluruh dunia, termasuk kita, telah memasuki pertengahan bulan Ramadhan yang pastinya telah kita nantikan. Namun, dalam kerinduan ada rasa yang berbeda karena Ramadhan kali ini masih berlangsung di tengah pandemi virus corona. Meski begitu, ucapan syukur karena dapat menjalankan ibadah puasa di kondisi seperti ini tak dapat kita tinggalkan. Dan tetap menjaga protokol kesehatan agar kita semua terhindar dari virus tersebut. Aamiinn. Nah Sobat Pio, jadi itu tadi sedikit penjelasan dari puisi di atas, maka kita harus tetap semangat dalam beribadah dan meraih kemenangan. (RED_PAG)

Sumber : http://pantuncinta2000.blogspot.com

Hujan Bulan Juni


 

Hai Sobat Pio, kalian pasti tahu kan puisi yang berjudul “Hujan Bulan Juni”? Ya, puisi itu diciptakan oleh Alm. Sapardi Djoko Damono. Sapardi Djoko Damono dikenal dengan karya tulisnya yang sederhana, tetapi memiliki makna yang sangat dalam. Butuh beberapa kali pengulangan untuk bisa memahami makna puisi karya Sapardi. Sobat Pio tahu nggak apa makna dari puisi “Hujan Bulan Juni”? Nah, kali ini kita akan membahas puisi “Hujan Bulan Juni”.

Hujan Bulan Juni

Tak ada yang lebih tabah
Dari hujan bulan Juni
Dirahasiakannya rintik rindunya
Kepada pohon berbunga itu

Tak ada yang lebih bijak
Dari hujan bulan Juni
Dihapusnya jejak-jejak kakinya
Yang ragu-ragu di jalan itu

Tak ada yang lebih arif
Dari hujan bulan Juni
Dibiarkannya yang tak terucapkan
Diserap akar pohon bunga itu

Puisi “Hujan Bulan Juni” di atas berisi tiga bait kata, yang dimaknai banyak orang sebagai renungan diri yaitu dari sebuah rasa yang tidak mampu tersampaikan atau dibiarkan hilang. Puisi “Hujan Bulan Juni” ditulis Sapardi di bulan Juni tahun 1989, pada musim kemarau yang turun hujan. Maka, hujan yang turun saat itu sangatlah berarti. Ibaratnya jika terjadi sesuatu yang bukan pada waktunya, pasti ada yang penting dibalik itu. Dalam kalender tahunan, Juni pada umumnya sudah masuk pada musim kemarau, sehingga mustahil jika hujan turun ke bumi. Maka bisa mengandung makna tentang ketabahan dan kesabaran seseorang untuk tidak menyampaikan rindu dan kasih sayangnya pada orang yang dicintainya.

Pada larik “Tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan Juni” menggambarkan bahwa Sapardi tidak dapat menahan untuk tidak menyampaikan sayang dan rindunya. Sedangkan pada larik “Dihapusnya jejak-jejak kakinya yang ragu-ragu di jalan itu” menggambarkan bahwa Sapardi ingin menghapus keraguannya dalam menunggu orang yang dicintainya. Dan pada larik “Tak ada yang lebih arif dari hujan bulan Juni” menggambarkan bahwa Sapardi pandai menyimpan dan menyembunyikan rasa sayang dan rindunya pada orang yang dicintainya.
Nah secara keseluruhan, puisi “Hujan Bulan Juni” menceritakan tentang bagaimana penantian seseorang terhadap orang yang dicintainya, di mana ia dengan sabar menunggu tanpa lelah dan tetap tabah yang berujung sebuah balasan yang manis dari perjuangannya tersebut. Sekian artikel kali ini, semoga bermanfaat ya Sobat Pio. (RED_ASA)

Sumber : HYPERLINK “http://www.minews.id” \o “http://www.minews.id”www.minews.id

Celurit Hujan Panas


Hai Sobat Pio, apa kalian tau buku yang sedang popular saat ini? Yap, Celurit Hujan Panas. Seperti judulya, celurit menjadi benda di setiap kisahnya. Benda ini menyimbolkan harga diri pria Madura dan kehormatannya, namun rasa serta konflik diceritakan secara harfiah. Penulis buku Celurit Hujan Panas adalah Zainul Muttaqin asli kelahiran pulau garam dan penerbitnya adalah Gramedia Pustaka Utama. Bukunya telah dimuat di berbagai media massa dan memenangkan beberapa kompetisi penulis. Ternyata tebal bukunya yaitu 158 halaman dan  berisi dua puluh kisah berlatar Madura yang jarang terdengar di kesusastraan Indonesia. Menceritakan suasana puasa yang identik dengan mudik lebaran di kampung halaman.

Bahkan mengisahkan tentang kepercayaan rakyat Madura bahwa terjadi hujan pada saat cuaca benderang atau panas, berarti sedang ada seseorang yang meninggal menjadi korban carok. Carok sendiri merupakan duel antara dua orang lelaki menggunakan celurit, untuk mempertahankan kehormatan diri, antara lain, seorang lelaki menganggap laki-laki lain mengganggu pasangannya. Seorang gadis menolak pinangan pertama seorang laki-laki, mereka akan menjadi gadis sangkal, yaitu tidak akan menikah untuk selamanya menjadi  mitos andeng. Hal istimewa yang ingin disampaikan penulis adalah kearifan lokal Madura yang potensial. Tak hanya berkisah tentang kearifan lokal, penulis juga bercerita tentang kobhung, yaitu bangunan khas Madura yang mulai dibangun secara modern. Kehidupan masyarakat desa di Madura dengan adat istiadatnya akan menambah pengetahuan tentang kehidupan sehari-hari.

          Merupakan hal yang menarik, karena selama ini buku tentang masyarakat Madura tergolong langka bahkan nyaris tidak ada. Belum ada buku yang mengisahkan tentang orang Madura modern yang di kota dengan segala permasalahannya termasuk diri sendiri atau konflik antara adat lama dengan nilai-nilai baik, cara hidup yang dibawa oleh perubahan kehidupan maupun arus global, terbatasnya hidup seorang anak nelayan miskin,  kelicikan lurah yang bersedia dibayar dengan uang dari kota untuk merayu rakyatnya menjual sawah dengan harga murah, dan kebodohan rakyat desa yang begitu mudah menjual  tanah-tanah mereka, karena ingin  mendapat uang dalam jumlah besar dengan cara instan dan menghabiskannya untuk keperluan konsumtif. Nah sobat pio, apakah sudah tertarik untuk membaca buku ini? Pastinya sudah dong dengan membaca buku wawasan kita akan menjadi luas. Selamat membaca dan semoga bermanfaat. (RED_SSS)

Sumber : www.womantalk.com

Hari Puisi Sedunia, 21 Maret


Hai, Sobat Pio! Kalian pasti sudah tidak asing lagi dong dengan puisi. Ya, puisi adalah serangkaian kalimat yang di susun secara rapi dan sistematis dengan sentuhan diksi dan dibuat seindah mungkin. Yuk simak sejarah hari puisi sedunia!

Tepat pada tanggal 21 Maret diperingati sebagai Hari Puisi Sedunia atau World Poetry Day (WPD). Menurut sejarahnya, World Poetry Day (WPD) di deklarasikan oleh UNESCO pada tahun 1999 melalui resolusi Konferensi Umum ke-30 yang diselenggarakan di Paris. Dalam deklarasi tersebut, UNESCO mengatakan bahwa peringatan Hari Puisi Sedunia juga dimaksudkan untuk mendorong kembali pada tradisi lisan pembacaan puisi, mempromosikan pengajaran puisi, memulihkan dialog antara puisi dan seni lainnya seperti teater, tari, musik dan seni lukis. Dalam deklarasinya, UNESCO menetapkan Hari Puisi Sedunia, sebagai sarana memperkenalkan bahasa-bahasa yang terancam punah untuk kembali diperdengarkan dan mengubah persepsi orang mengenai seni puisi adalah seni yang ketinggalan zaman.

Selain diperingati setiap tanggal 21 Maret, sejak akhir abad ke-20 di bulan Oktober tepatnya tanggal 15, komunitas dunia juga merayakan Hari Puisi di tanggal tersebut. Dimana hari itu bertepatan dengan tanggal lahir Virgil seorang Penyair Wiracarita Romawi era Augustus yang berkebangsaan Italia. Tradisi perayaan di bulan Oktober ini masih dilakukan oleh beberapa negara di dunia. Di era sekarang ini, puisi sudah banyak diminati oleh berbagai kalangan, terutama oleh para kaula muda. Para muda-mudi sering menjadikan puisi sebagai ungkapan cinta dan kasih sayang kepada orang terkasih. Di tambah bahasa dalam puisi yang terkesan romantis membuat si pembaca merasa bahagia.

Nah Sobat Pio, dalam puisi itu sendiri memuat semangat kreatif dan pemikiran manusia. Lebih dari itu puisi adalah identitas budaya dan bahasa yang paling berharga bagi umat manusia. Dimana di setiap budaya puisi berbicara tentang kemanusiaan dan nilai-nilai kebersamaan. Puisi juga merupakan bahasa paling sederhana untuk mengungkapkan cinta dan kedamaian, selamat Hari Puisi Sedunia. Sekian artikel kali ini, semoga bermanfaat, dan sampai jumpa. (RED_AP&LFH)

Sumber:

Sang Legenda Puisi


Hai Sobat Pio! Bagaimana nih kabarnya? Semoga selalu baik-baik saja ya! Di tengah pandemi ini, jangan lupa untuk tetap mematuhi protokol kesehatan dan menjaga pola makan. Di artikel kali ini, kita akan membahas tentang Sang Legenda Puisi. Siapa yang tak mengenal Sapardi Djoko Damono? Beliau seorang pujangga terkemuka yang lahir di Surakarta pada 20 Maret 1940, dan merupakan anak pertama dari pasangan Sadyoko dan Sapariah. Beliau menikah dengan Wardiningsih dan dikaruniai dua orang anak bernama Rasti Sunyandani dan Rizki Henriko.

Sosok sastrawan yang kerap disapa dengan SDD ini, dikenal melalui berbagai puisinya yang berisikan hal-hal sederhana namun sarat akan makna. Beberapa puisinya sangat populer baik di kalangan sastrawan maupun khalayak umum, dari yang muda hingga yang tua. Beliau aktif menulis sejumlah karya yang dikirimkan ke majalah-majalah sejak SMP, sekitar tahun 1955. Kesukaannya ini berkembang saat ia menempuh kuliah di jurusan Bahasa Inggris di UGM, Yogyakarta. Jurusan Humanities di University of Hawaii, Amerika Serikat menjadi tujuan selanjutnya. Setelah kembali ke Indonesia, beliau mengajar di Fakultas Sastra yang sekarang menjadi Fakultas Ilmu Budaya(FIB) di UI pada 1974. Pada tahun 1995 SSD dikukuhkan menjadi Guru Besar di FIB UI, dan menjabat sebagai Dekan di falkutas tersebut pada periode 1995-1999. Kemampuan menonjolnya adalah menulis puisi, namun beliau juga pernah menyutradarai dan bermain pentas drama, serta melukis.

Berkat puisi-puisinya, beliau juga mendapat berbagai penghargaan. Diantaranya, Penghargaan Anugerah Buku ASEAN (ASEAN Book Award) untuk bukunya yang berjudul “Hujan Bulan Juni” dan “Yang Fana Adalah Waktu”. Penghargaan itu diberikan kepada Sapardi pada April 2018 di Kuala Lumpur, Malaysia dalam acara Kuala Lumpur International Book Fair yang diselenggarakan oleh Putra World Trade Center. Serta Anugerah Puisi Putra dari Malaysia atas bukunya yang berjudul “Sihir Hujan dari Malaysia” pada 1983. Beliau juga merupakan Pakar Bidang Sastra yang memulai karya awalnya berjudul “Duka-Mu Abadi” ini juga pernah mendapat Anugerah Budaya (Cultural Award) dari Australia pada 1978.

Beliau tutup usia pada 19 Juli 2020 di Rumah Sakit Eka BSD, Tangerang Selatan. Setelah sempat dirawat karena penurunan fungsi organ tubuh dan beliau meninggal pada pukul 09.17. Itu tadi, profil singkat mengenai perjalanan hidup Alm. Eyang Sapardi. Semoga bermanfaat dan sampai jumpa lagi. (RED_LFH&AP)

 

Sumber:

https://id.m.wikipedia.org

https://www.idntimes.com

https://www.kompas.com

Lentera Bangsa


Ketika rasa dingin itu mendera

Dalam gelap yang sepi

Hembusan angin menghampiri

Secercah cahaya menyilaukan netra

 

Kini kau hadir

Disetiap goresan aksara

Tutur kata penuh makna

Membekas dalam jiwa

 

Kau memberi banyak warna

Beribu ilmu tiada jeda

Membawa kami pada harapan

Dalam meraih cita-cita

 

Tiada kata lelah yang terucap

Meski kami membuatmu letih

Memancingmu dengan segala emosi

Namun senyummu enggan memudar

 

Kau memberi kehangatan

Mendekap dalam jutaan wawasan

Uluran tangan tak lelah kau berikan

Meski sering kami abaikan

 

Guru

Begitu besar jasamu

Menggiring kami ke cemerlangnya masa

Mendidik para penerus bangsa

 

Ucapan terimakasih tak sebanding

Dengan pengorbanan yang kau lakukan

Ukiran prestasi kami persembahkan

Untukmu guru kami tersayang

 

Makna puisi :

Puisi diatas memiliki makna tentang perjuangan para guru yang tak pernah lelah mendidik para penerus bangsa. Mereka (guru) yang datang sebagai pembawa cahaya, menuntut para penerus bangsa melalui ajaran pendidikan tanpa lelah bahkan ucapan terimakasih tak sebanding dengan perjuangan mereka. (RED_AP&LH)

 

Karya : Aprilia Patmasari & Lutfi Hamidah

Tanpa Gentar


Keringatmu mengucur bagai lautan

Darahmu menggenang di medan perang

Rasa sakit bahkan tak lagi kau hiraukan

Semua kau lakukan, atas nama perjuangan

Langkahmu yang tak pernah gentar

Tekatmu yang selalu terpancar

Bahkan moncong-moncong senapan

Tak membuat semangatmu memudar

Duhai pahlawan…

Semua ini demi kemerdekaan

Yang telah lama didambakan

Mengharapkan sebuah perubahan

Demi kesejahteraan generasi mendatang

Tanpa mengharapkan sebuah balasan

Makna Puisi :

Puisi diatas memiliki makna tentang perjuangan pahlawan di medan perang yang tanpa rasa ragu dan takut untuk membela NKRI. Begitu banyak jasa pahlawan dalam berbagai bentuk pengorbanan, seperti darah yang bercucuran, bertaruh nyawa, keringat serta rasa sakit yang tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata. Maka dari itu, kita sebagai generasi penerus bangsa harus bersemangat untuk Indonesia Maju baik dengan prestasi, pendidikan, dan lainnya. Jangan pernah menyia-nyiakan Indonesia yang sudah merdeka dari jerih payah  perjuangan para pahlawan kita.(RED_LH&AP)

Karya: Lutfi Hamidah & Aprilia Patmasari

Pesona Novel


Hai Sobat Pio! Bagaimana nih kabarnya? Semoga selalu baik-baik aja ya. Oh ya, ada nggak diantara Sobat Pio yang suka baca cerita fiksi atau sejenisnya? Kalau ada pasti sudah gak asing lagi dong dengan cerita yang panjang dan banyak konfliknya? Iya, pada artikel kali ini kita akan membahas tentang Novel. Yuk, simak penjelasannya!

Novel adalah karangan prosa panjang yang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang atau si tokoh utama dengan orang yang berada di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku dalam kisah yang diceritakan. Novel sendiri terdiri atas bab dan sub-bab tertentu sesuai dengan kisah ceritanya. Dan Novelis adalah sebutan untuk seorang penulis novel.

Perjalanan sejarah genre novel itu sendiri berkelanjutan dan komprehensif selama sekitar dua ribu tahun. Pandangan ini muncul karena berawal dari Yunani dan Romawi Klasik, abad pertengahan, awal roman modern, dan tradisi novella. Lalu, apa itu novella? Novella adalah suatu istilah dalam bahasa Italia untuk menggambarkan cerita singkat, yang dijadikan istilah dalam bahasa Inggris saat ini sejak abad ke-18. Ian Watt, sejarawan sastra Inggris, menuliskan dalam bukunya The Rise of The Novel (1957) bahwa novel pertama muncul pada awal abad ke-18.

Novel merupakan salah satu karya sastra yang populer di dunia. Sebuah cerita dengan berbagai konflik kehidupan yang menjadi inti permasalahan yang kompleks. Novel sendiri dapat menggambarkan realitas sosial, politik, dan kepribadian dari suatu tempat dan periode waktu dengan kejelasan dan detail yang tidak ditemukan dalam tulisan-tulisan sejarah. Hal ini menjadi pembeda dengan historiografi.

Seperti kebanyakan sebuah cerita, novel juga memiliki unsur intrinsik dan ekstrinsik.  Saat ini, novel berada di peringkat pertama dalam jumlah kata lalu diikuti novella, cerpen, serta fiksi kilat. Dan dalam kriteria sistem penilaian, panjang sebuah novel menjadi hal penting untuk diperhatikan. Selain dalam bentuk buku, kita juga bisa menikmati novel dalam bentuk elektronik atau e-book. Banyak aplikasi bermunculan yang berisi novel belum selesai atau masih on going. Itu tadi,  penjelasan singkat tentang novel semoga bermanfaat and see you. (RED_AP&LFH)

Sumber :

https://id.m.wikipedia.org

https://pusatbahasaalazhar.wordpress.com

Setapak Arah


(Karya : Lutfi Hamidah dan Aprilia Patmasari)

Sang surya masih tampak malu-malu di ufuk timur, embun pagi masih mendominasi. Udara dingin kala menembus pori-pori. Rasanya ini waktu yang tepat untuk bergelung dalam selimut dan melanjutkan mimpi.

Tapi nyatanya berbeda dengan SMP Tunas Bangsa yang tampak sibuk, lapangan sekolah yang seharusnya sepi mengingat hari ini adalah hari sabtu. Justru di penuhi oleh siswa siswi yang menenteng barang bawaannya.

“Anak-anak untuk mempersingkat waktu, kalian bisa memasuki bus sesuai kelas masing-masing!” ucap seorang guru menggunakan pengeras suara.

“SEMUA HARAP TERTIB!” guru tersebut kembali berucap dengan nada lebih tegas seperti mengetahui tabiat murid-muridnya.

************

Di dalam bus yang dihuni siswa-siswi kelas delapan B semuanya nampak tenang, mungkin karena mereka masih mengantuk. Satu-satunya sumber keributan berasal dari empat gadis yang sibuk menggerutu.

“Ih, pasti nanti disana banyak nyamuk,” ucap Nora, salah satu dari empat gadis itu.

“Iya, pasti banyak serangga juga,” sahut Lala, teman satu gengnya.

“Dasar orang kota,” celetuk salah satu siswa laki-laki yang sedari tadi muak dengan tingkah mereka.

Ya. Nora, Lala, Jesica dan Aurel adalah murid pindahan dari kota, mereka adalah saudara sepupu. Mereka pindah ke Bandung karena orang tuanya harus mengurus proyek keluarga.

Perjalanan yang memakan waktu sekitar satu setengah jam itu akhirnya usai. Seluruh siswa keluar dari bus dan berkumpul di tanah lapang yang akan digunakan untuk mendirikan tenda. Mereka akan melakukan kemah sebagai agenda kegiatan pramuka.

“Nora karena kamu dan teman-temanmu keras kepala untuk satu kelompok, maka kamu bapak pasangkan dengan Arini, Sekar dan Mawar!” keputusan seorang guru karena sudah lelah berdebat dengan Nora.

“Terserah bapak deh, yang penting mereka gak dengkur, apalagi ngiler,” ujar Nora yang nampak tak peduli.

“Huuuuuuu,” sorak seluruh teman sekelas Nora

“Sudah-sudah sekarang kalian bisa mulai mendirikan tenda!” lerai sang guru.

Airin, Sekar dan Mawar sibuk mendirikan tenda. Menanam pasak dan menali simpul agar tenda mereka kokoh. Mereka nampak lihai dan cekatan. Berbeda dengan Nora and kawannya yang sibuk berteduh dan mengipasi wajah mereka yang kepanasan.

“Woi nenek lampir!” teriak Sekar pada Nora dan kawannya.

“Apasih lo!” sahut Nora seraya mendelik pada Sekar.

“Bantuin kek. Gak lihat apa yang lainnya pada sibuk,” hardik Mawar yang sedari tadi geram melihat tingkah Nora.

“Idih ogah. Panas! Lo aja,” ucap Aurel seraya menyeka keringatnya.

“Yaudah kalau gak mau, gak usah tidur disini nanti malam,” kembali Sekar yang membalas ucapan Aurel dengan ancaman untuk Nora dan kawannya.

“Iissh” Nora dan kawan-kawannya akhirnya berjalan menghampiri mereka dengan tidak rela, Airin yang melihat teman-temannya hanya tersenyum sambil geleng-geleng kepala.

“Kita ngapain?” Ketus Jesica

“Elu ya-”

“Kalian bisa tolong ambilkan tikar dan peralatan untuk jelajah nanti?” Ucap Airin lembut memotong ucapan Mawar

“Dimana?” Tanya Lala

“Di tenda induk lah, gitu aja gak tau,” sarkas Sekar

“Yaudah kita ambil dulu,” sinis Nora pada Sekar.

*************

Waktu menunjukkan pukul satu siang. Setelah melaksanakan sholat dan makan siang, mereka bersiap untuk melaksanakan jelajah.

“Semuanya berbaris satu banjar sesuai regu masing-masing!” teriak seorang guru yang merupakan pembina pramuka.

Seluruh siswa telah berbaris dengan rapi, mengenakan kaos olahraga lengkap dengan topi dan keperluan untuk jelajah .

“Hari ini kita akan melaksanakan jelajah, kalian akan masuk kedalam hutan yang ada di belakang kalian. Ingat meski hutan ini aman dan biasa di gunakan jelajah tapi kalian harus tetap berhati hati!” jelas sang guru pembina.

“Di tangan kalian sudah ada peta perjalanan, terdapat tiga pos yang harus kalian lewati. Setiap perjalanan menuju pos kalian harus menemukan sebuah bendera agar bisa melewati pos selanjutnya,” ujarnya lagi.

“Jadi saat sampai finish kalian membawa tiga buah bendera, PAHAM?”

“SIAP PAHAM” jawab serempak seluruh peserta.

Silih berganti tiap regu mulai berangkat dari pos pemberangkatan, regu Nora mendapat giliran terakhir. mereka berangkat kala matahari sudah agak rendah mengingat begitu banyaknya regu.

“Ish, banyak nyamuuukk,” keluh Nora dengan nada merengek.

“Dih, makanya mandi,” sahut Mawar, yang hanya mendapat delikan dari Nora, dia terlalu lelah untuk berdebat, dia tidak terbiasa dengan aktivitas seperti ini.

“Kamu memangnya tidak pernah ikut kegiatan Pramuka? Atau kegiatan semacam ini?” tanya Arini dengan ramah, tidak seperti temannya yang lain dia memang tipe orang bersahabat.

Nora menggeleng “Enggak, gak penting juga,” sahutnya yang membuat Sekar dan Mawar geram.

Arini tersenyum “Ya memang pendapat orang berbeda tapi ini juga di butuhkan suatu saat. Pas kamu tersesat misalnya, ”

“Iya, kamu tersesat dan gak tau apa-apa terus ketemu macan diamakan deh. Hidup kita jadi tanang,” gurau Mawar seraya tersenyum mengejek.

“Ih, apaan sih,”

“Sudah-sudah mending sekarang kita cari benderanya biar bisa cepat selesai,” lerai Arini.

“Eh, itu benderanya!” jerit jesica yang begitu girang, sedari tadi dia memang menelisik sekitar dan mencari keberadaan tiket menuju istirahat itu.

“Yah tapi kita gak sampek,” ujar Lala sembari mencoba meraih bendera itu.

“Kan bisa pake tongkat,” seloroh Sekar sambil meraih bendera yang di tempel di pohon itu.

“Yaudah ayok kita lanjut!” timpal Lala yang tampak semangat.

Tak lama setelah itu mereka berhasil melewati pos pertama, dan sekarang mereka diarahkan di tengah kebun teh yang amat luas.

“Menurut peta kita setelah ini harus ke arah barat,” ujar Arini setelah melihat peta yang ada di tangannya.

“Ah, aku bawa kompas!” seru Nora bangga.

“Dasar anak kota,” sindir Mawar

“Apaan sih, kan enak kita jadi gak pusing. Menurut kompas ini kita harus ke arah kiri,” ucap Nora sambil fokus mengoperasikan kompasnya.

“Tapi menurut layang-layang matahari kita ke arah kanan,” ucap Airin sedikit heran, pasalnya hari mulai sore dan matahari berada di sebelah kanan mereka.

“Tapi aku pakai kompas, yang sudah pasti benar,” kekeh Nora.

“Matahari gak mungkin salah, lo kira matahari terbit dari barat tenggelam ke arah timur?” sarkas Sekar.

“Ih, kiamat dong,” celetuk Aurel dengan nada ngeri.

“Yaudah yang mau ke kanan ya ke kanan aja. Gue ke kiri, makan tuh matahari biar kalian tersesat,” ujar Nora berapi api.

“Yaudah lo aja sono!”

“Eh, Nora kamu yakin?” Tanya Arini lagi, pasalnya Nora pasti tidak hafal dengan daerah sini.

“Iya, kompas ku ini mahal jadi pasti benar,” katanya membanggakan kompas yang dibawanya.

Akhirnya mereka berpencar, Arini sedikit khawatir bagaimana kalau mereka berempat tersesat. Untung mereka punya dua peta.

“Udahlah biarin aja Rin, nanti kalau sudah sampai pos dua dan kita belum bertemu, kita susul saja mereka. Aku hafal, kebun ini milik kakekku,” Mawar mencoba menenangkan Arini yang sedari tadi nampak gelisah.

“Itung-itung biar mereka mandiri, dan biar sadar kalau kita saling membutuhkan,” imbuh Sekar, Arini hanya mengangguk dan melanjutkan langkahnya.

*************

Disisi lain Nora, Lala, Jesica dan Aurel sedang kebingungan, pasalnya petunjuk yang ada di peta tidak mereka temui sama sekali sedangkan hari mulai sore.

“Ra, gimana? Aku gak mau kita tidur disini,” ucap Aurel ketakutan yang diangguki semuanya.

“Ish, kalian diem dulu dong aku juga bingung ini,” sahut Naura tak kalah ketakutan.

“Andai tadi kita gak berpencar” Ujar Lala mulai sesenggukan.

“Udah dong kalian jangan nangis lagi, apa-apaan sih. Mendingan kita cari jalan keluarnya aja siapa tau ketemu orang,” ucap Nora berusaha menenangkan sepupunya.

Mereka mulai melangkah kembali ke jalan yang tadi mereka lewati di pimpin oleh Nora, namun naas belum lama mereka melangkah kaki Nora tersandung batu dan berdarah.

“Awww,”

“Ra, kamu kenapa?” teriak mereka panik

“Yaampun ada darah,”

“Hiks… Maafin aku,” Nora menangis menyadari kebodohannya, andai dia tidak egois dan percaya pada kompas itu pasti tidak akan seperti ini.

“Udah Ra, gak papa,” ujar sepupunya iba melihat kondisi Nora.

“Yaudah kita duduk aja, ini luka kamu gimana ya?” ucap Jesica.

“Kalian kenapa?” intrupsi suara dari belakang mereka.

“Arini, Sekar, Mawar!” beo mereka berempat.

“Astaga! Nora kaki kamu kenapa?” ucap mereka bertiga panik.

“Kena-hiks batuuuuu,” tangis Nora makin menjadi, dia bersyukur mereka mau kembali dan masih peduli.

“Yaudah sini aku obatin,” ucap Sekar, dia tidak tega harus memusuhi Nora dalam keadaan seperti ini.

“Tapi kita gak punya obat,”

“Itu di tas yang dibawa Aurel ada kotak P3K,” Ujar Mawar.

Mereka mengobati kaki Nora dengan telaten, mereka sudah terlatih menangani masalah seperti. Pasalnya hal-hal seperti ini pasti terjadi ketika kegiatan dia alam.

“Selesai. Kamu bisa jalan?” Nora mengangguk ragu.

“Kita pelan pelan aja, kita tinggal menuju ke pos 2, kami tadi sudah dapat benderanya,” terang Arini.

“Makasiiii,” mereka berhambur saling memeluk, mereka pikir mereka akan mati disini.

“Udah heh, susah nih napasnya,” ketus Sekar

“Ih, galak.”

Hari semakin sore, jingga di angkasa semakin merata. Menandakan sang surya ingin segera pulang dan beristirahat, mereka sampai di pos tiga. Disini mereka masih menjalankan hukuman karena terlambat dan sempat tersesat.

Saat ini mereka sedang berhadapan dengan kakak tingkat yang sedang memasang wajah garangnya.

“Kalian sudah paham hukuman kalian?” tanya salah satu dari mereka dengan nada tegas.

“SIAP PAHAM,” jawab mereka serempak sembari mengambil posisi siap.

“Ada yang ingin di tanyakan?”

“Siap, kak izin bertanya?” ucap Arini.

“Ya silahkan”

“Teman kami ada yang cidera, bagaimana mengenai hukumannya?” jelas Airin, kakak tingkat itu pun menelisik kaki Nora.

“Kalian punya solidaritas? Tidak ada yang ingin menggantikan? Atau membaginya?”

“Siap kak, kami membaginya”

“Bagus laksanakan!”

“SIAP LAKSANAKAN.”

Hukuman mereka adalah melakukan push up 15 kali, mereka mengambil posisi dan melaksanakan hukuman mereka sekaligus hukuman Nora, Nora sebenarnya tak enak hati tapi kakinya saja tidak bisa berjalan dengan baik.

Setelah selesai melaksanakan hukuman mereka di persilahkan untuk melanjutkan perjalanan menuju titik awal lagi. Kali ini perjalanan terasa cepat karena mereka lebih bersemangat. Pengen cepet istirahat.

Sampai di pos awal mereka harus membuat laporan dan menyerahkan tiga bendera, nampak para kakak tingkat yang menjaga pos sudah nampak lelah.

“Benderanya di buka!” titah salah satu kakak tingkat itu. Laporan kali ini di buat dengan tenang sekaligus istirahat.

“Hah? Di buka gimana kak?” tanya Jesica bingung, pasalnya dia memegang satu bendera di tangannya.

“Hufftt….. Sini kakak saja yang buka,” mereka menyerahkan tiga bendera itu dengan bingung.

Ternyata pada gagang bendera yang terbuat dari pipa kecil itu terdapat gulungan kertas, gulungan itu pun di buka dan mereka terbelalak.

“Kalian tau hari ini hari apa?” tanya salah satu kakak tingkat  kepada mereka setelah berhasil mengembalikan ekspresi terkejutnya.

“Emm… Sabtu?” Jawab Lala polos.

“Coba baca ini, bersamaaan!” Titahnya lagi seraya memberikan gulungan kertas tadi pada merek.

Mereka menerimanya dan menyusun gulungan yang berisi tulisan itu.

“SELAMAT .  HARI .  PRAMUKA”

Ucap mereka serempak, mereka masih bingung mencerna kata kata itu.

“Wah, jadi hari ini hari pramuka ya?” ucap Sekar girang, yang mendapat dengusan dari kakak-kakak yang ada di sana.

“Okey, karena kalian yang mendapat rangkaian tulisan spesial ini. Kalian saat acara api unggun nanti harus menampilkan pensi yang keren,” jelas salah satu kakak tingkat dengan wajah teduhnya.

“Terdapat lima regu yang mendapat ini, jadi kalian harus bangga. Dan satu lagi, kalian harus tampil secara maksimal. Tidak.ada.alasan!” terangnya lagi dengan penekanan di akhir kalimat.

“Sudah sekarang kalian bisa istirahat” imbuhnya lagi seraya meninggalkan regu Nora diikuti yang lainnya.

“Yah… Kita nampilin apa dong?” tanya Lala pada yang lainnya.

“Udah nanti aja mending kita bersihkan diri dulu lalu sholat! Sudah sore,” putus Nora yang di setujui semuanya.

*********

Malam yang indah dengan cahaya bintang dan api unggun, juga sorai-sorai  siswa-siswi membuat malam yang sunyi menjadi lebih hangat dan menyenangkan.

Pada akhirnya Nora dan Aurel bernyanyi diiringi dengan Mawar yang bermain gitar akuistik, tak disangka gadis gadis cempreng nan manja itu memiliki suara yang bagus, semuanya ikut bernyanyi.

TAMAT

Sejarah Perjalanan Sastra di Indonesia


Hai Sobat Pio, dari judul diatas pasti kalian sudah tahukan kali ini kita akan membahas tentang apa? Yups, kali ini kita akan membahas sejarah sastra di Indonesia. Sobat Pio tahu nggak apa itu sastra? Sastra adalah sebuah kata pinjaman yang berasal dari buku Sanskerta, yaitu which berarti “teks yang mengandung intruksi” atau “pedoman”, dari kata sas- “intruksi” dasar atau “mengajar”. Dalam penjabarannya, istilah sastra sangat banyak yaitu berdasarkan opini dari para ahli. Salah satunya, menurut Sumarno, sastra merupakan pengalaman ekspresi pribadi manusia berupa, pikiran, perasaan, ide, semangat, iman, dalam bentuk gambar yang membangkitkan tarik beton sengan alat bahasa. Nah, seperti itu Sobat Pio pengertian dari sastra.

Di Indonesia sastra muncul sebagai sebuah bahasa melayu dimana bahasa Indonesia adalah salah satu turunannya. Dalam sejarah sastra di Indonesia, sastra dikelompokan berdasarkan tahun dimana sastra itu dihasilkan atau dikenal dengan istilah angkatan. Angkatan sastra pertama kali di Indonesia adalah Angkatan Pujangga Lama. Pujangga Lama merupakan bentuk pengelompokan karya sastra di Indonesia yang dihasilkan sebelum abad ke-20. Pada masa ini karya sastra didominasi oleh syair, pantun, gurindam, dan hikayat. Selang beberapa tahun, yakni 1920-an muncul angkatan yang dinamai Angkatan Balai Pustaka. Disebut angkatan balai pustaka karena pada saat itu banyak karya sastra yang diterbitkan melalui Balai Pustaka. Pada saat itu sastra didominasi oleh bentuk prosa (romansa, novel, cerpen, drama serta puisi). Tak hanya berhenti sampai disini saja, angkatan-angkatan baru terus bermunculan dan karya sastra semakin berkembang. Hingga sampai saat ini angkatan yang masih berlangsung adalah angkatan 2000-an.

Walaupun sastra itu awalnya berasal dari Yunani, negara kita tidak mau kalah sehingga berusaha terus dalam mengembangkannya sampai saat ini. Nah, Sobat Pio kita sebagai generasi muda harus saling mengingatkan dan melestarikan serta menjaga apa yang telah dititipkan. Sampai disini dulu ya sobat pembahasan kita mengenai sejarah sastra di Indonesia, semoga artikel ini bermanfaat.(RED_CND)

Sumber: http://www.lingkarsuaranews.com