Hai, Sobat Pio! Siapa sih yang nggak pernah mengkhayal? Pastinya Sobat Pio semua pernah kan. Mulai dari khayalan yang sepele saat gabut, khayalan jalan-jalan sama doi yang ditinggal LDR-an, atau khayalan berat akibat trauma? Atau ada juga yang dikit-dikit mengkhayal. Mengkhayal itu memang enak, dan tanpa sadar kita melakukan kebiasaan mengkhayal.
Saat mengkhayal kita bisa keluar sejenak dari realita hidup yang kadang terasa tidak mengenakkan. Kita bisa membentuk dunia ideal versi kita di kepala kita sendiri. Misalnya, kamu sedang makan siang bersama dengan idolamu, menyenangkan sekali bukan, tapi karena terlalu nyaman dengan dunia buatan yang ada di dalam kepala kita, kamu jadi lupa daratan dan beberapa tanggung jawab pun terbengkalai. Kamu bisa sibuk di dalam kepalamu sendiri berjam-jam tanpa kontak dengan dunia luar dan kamu tidak menyadari hal itu.
Apasih sebenarnya mengkhayal itu? Mengkhayal atau daydream adalah kondisi default otak kita saat sedang tidak terlibat dalam aktivitas yang melibatkan memori atau perhatian. Ketika default mode ini aktif otak kita bisa menstimulasi dirinya sendiri. Hasil dari stimulus mandiri ini, otak jadi memikirkan hal-hal yang kadang tidak ada hubungannya dengan stimulus dunia luar atau peristiwa yang sedang terjadi saat kita mulai mengkhayal. Jadi, kalau ditanya wajar atau tidak kita kebiasaan mengkhayal, ya wajar saja, soalnya itu adalah default mode otak kita.
Namun, khayalan yang dimaksud di sini tentu bukanlah sebuah khayalan mengenai diri sendiri yang tiba-tiba meraih sukses. Itu bagaikan mimpi siang bolong. Sebab, jika kamu terlalu nyaman dalam khayalanmu, itu malah bisa berdampak buruk. Bukannya berhasil meraih mimpi yang dicita-citakan, tapi kamu malah stagnan dan tidak memiliki kemajuan sedikit pun, karena kamu akan merasa bahwa keberhasilan sudah diraih, padahal itu hanyalah sebuah angan-angan.
Nah, Sobat Pio itu tadi sedikit penjelasan tentang halu yang berlebihan. Mengkhayal boleh tetapi mengingat adanya mudharat dari kebiasaan berkhayal, ada saatnya berkhayal itu baik sesuai porsinya dan tidak berlebihan tentunya, ditambah dengan maksud dan tujuan yang positif. Sekian artikel kali ini, sampai jumpa di edisi selanjutnya. (RED_ANS)
Sumber: https://www.kompasiana.com